BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Bagaimanapun
sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung
suatu proses pendidikan. Karena itulah sering dinyatakan pendidikan telah ada
sepanjang peradaban umat manusia. Pendidikan menjadikan sumber daya manusia
lebih cepat mengerti dan siap dalam menghadapi perubahan di lingkungan kerja.
Oleh karena itu tidaklah heran apabila Negara yang memiliki penduduk dengan
tingkat pendidikan yang tinggi akan mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang
pesat.
Pendidikan
adalah usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin
jasmani dan rohani kearah kedewasaan. Dalam artian, pendidikan adalah sebuah
proses transfer nilai-nilai dari orang dewasa (guru atau orang tua) kepada
anak-anak agar menjadi dewasa dalam segala hal. Pendidikan merupakan masalah
yang penting bagi setiap bangsa yang sedang membangun. Upaya perbaikan dibidang
pendidikan merupakan suatu keharusan untuk selalu dilaksanakan agar suatu
bangsa dapat maju dan berkembang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Beberapa upaya dilaksanakan antara lain penyempurnaan kurikulum,
peningkatan kompetensi guru melalui penataran-penataran, perbaikan
sarana-sarana pendidikan, dan lain-lain. Hal ini dilaksanakan untuk
meningkatkan mutu pendidikan bangsa dan terciptanya manusia Indonesia
seutuhnya.
Secara
fungsional, pendidikan pada dasarnya ditujukan untuk menyiapkan manusia
menghadapi masa depan agar hidup lebih sejahtera, baik sebagai individu maupun
secara kolektif sebagai warga masyarakat, bangsa maupun antar bangsa. Bagi
pemeluk agama, masa depan mencakup kehidupan di dunia dan pandangan tentang
kehidupan hari kemudian yang bahagia. Namun saat ini dunia pendidikan kita
belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan mayarakat. Fenomena itu ditandai dari
rendahnya mutu lulusan, penyelesaian masalah pendidikan yang tidak tuntas, atau
cenderung tambal sulam, bahkan lebih berorintasi proyek. Akibatnya, seringkali
hasil pendidikan mengecewakan masyarakat. Mereka terus mempertanyakan relevansi
pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dalam dinamika kehidupan ekonomi,
politik , sosial, dan budaya.
Kualitas
lulusan pendidikan kurang sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja dan
pembangunan, baik industri, perbankan, telekomunikasi, maupun pasar tenaga
kerja sektor lainnya yang cenderung menggugat eksistensi sekolah. Bahkan SDM
yang disiapkan melalui pendidikan sebagai generasi penerus belum sepenuhnya
memuaskan bila dilihat dari segi akhlak, moral, dan jati diri bangsa dalam
kemajemukan budaya bangsa.
Berdasarkan
fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam UU No.20 Tahun 2003
(Sisdiknas, pasal 3). Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa serta mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia,sehat, berilmu,cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Hal ini harus dibarengi dengan pengingkatan
mutu tenaga pendidik dan pendidikan dalam segi rekruitmen, kompetensi dan
manejemen pengembangan sumber daya manusianya.
Salah satu
contoh nyata yang terjadi dalam era reformasi, yaitu sebagian besar
keberhasilan agenda reformasi di bidang pendidikan pada akhirnya ditentukan
oleh unsur yang berada di front terdepan, yaitu tenaga pendidik. Hak-hak tenaga
pendidik sebagai pribadi, pemangku profesi keguruan, anggota masyarakat dan
warga negara yang selama ini terabaikan, perlu mendapat prioritas dalam era
pasca reformasi kini. Selama ini berbagai pandangan dan pemikiran kurang
terpusat pada guru sebagai andalan utama pelaksana acara kurikuler. Para ahli
lebih sering membahas kurikulum sebagai pokok permasalahan pendidikan di
sekolah.
Para ahli di
bidang pendidikan, secara terus terang mengakui bahwa pokok persoalan
pendidikan yang sering dibahas dalam berbagai kesempatan selama ini lebih
terfokus kepada masalah kurikulum ketimbang dengan masalah pendidik (Kompas, 28
Februari 2006). Padahal, telah menjadi pemahaman umum bahwa masalah pendidik
jauh lebih penting daripada masalah kurikulum dan komponen pendidikan lain.
Pernyataan tersebut memberikan gambaran bahwa masalah pendidik atau guru memang
belum sepenuhnya mendapatkan perhatian yang memadai oleh para praktisi
pendidikan, apalagi oleh pengambil kebijakan pendidikan.
Sebagaimana
diketahui, negeri ini menghadapi masalah pendidikan yang demikian rumit. UNESCO
meletakkan Indonesia dengan Human Development Index (HDI) pada urutan ke-112 di
antara 174 negara yang diteliti. Di lain pihak, The Political dan Economics
Risk Consultancy (PERC) yang berpusat di Hongkong telah meletakkan sistem
pendidikan di Indonesia pada urutan ke-12 di antara 12 negara yang diteliti.
Pendek kata, kondisi bangsa ini menang sedang tidak nyaman, termasuk dunia
pendidikannya. Ahmad Sjafii Maarif, ketua umum Persyarikatan Muhammadiyah,
sebagai contoh, menyebut masalah pendidikan sebagai 'wajah bopeng pendidikan
kita' (Republika, 9 Mei 2005). Singkat kata, mutu pendidikan di negeri ini
memang masih rendah. Untuk memecahkan masalah pendidikan tersebut diperlukan
usaha ekstra keras dari semua pihak secara sinergis. Tidak ada kata putus ada
bagi orang yang masih percaya kepada kekuasaan-Nya.
Saat ini,
dalam segi kurikulum salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk
meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan memberlakukan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Yang paling penting dalam hal ini adalah faktor guru.
Sebab secanggih apapun suatu kurikulum dan sehebat apapun sistem pendidikan,
tanpa kualitas guru yang baik, maka semua itu tidak akan membuahkan hasil yang
maksimal. Oleh karena itu, guru diharapkan memiliki kompetensi yang diperlukan
untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien. Kompetensi
merupakan salah satu kualifikasi guru yang terpenting. Bila kompetensi ini
tidak ada pada diri seorang guru, maka ia tidak akan berkompeten dalam
melakukan tugasnya dan hasilnya pun tidak akan optimal.
Dengan kompetensi yang dimiliki, selain menguasai materi dan dapat mengolah program
belajar mengajar, guru juga dituntut dapat melaksanakan evaluasi dan
pengadministrasiannya. Kemampuan guru dalam melakukan evaluasi merupakan
kompetensi guru yang sangat penting. Evaluasi dipandang sebagai masukan yang
diperoleh dari proses pembelajaran yang dapat dipergunakan untuk mengetahui
kekuatan dan kelemahan berbagai komponen yang terdapat dalam suatu proses
belajar mengajar.
Sedemikian
pentingnya evaluasi ini sehingga kelas yang baik tidak cukup hanya didukung
oleh perencanaan pembelajaran, kemampuan guru mengembangkan proses pembelajaran
serta penguasaannya terhadap bahan ajar, dan juga tidak cukup dengan kemampuan
guru dalam menguasai kelas, tanpa diimbangi dengan kemampuan melakukan evaluasi
terhadap perencanaan kompetensi siswa yang sangat menentukan dalam konteks
perencanaan berikutnya, atau kebijakan perlakuan terhadap siswa terkait dengan
konsep belajar tuntas.3 Atau dengan kata lain tidak ada satupun usaha untuk
memperbaiki mutu proses belajar mengajar yang dapat dilakukan dengan baik tanpa
disertai langkah evaluasi.
Guru harus
mampu mengukur kompetensi yang telah dicapai oleh siswa dari setiap proses
pembelajaran atau setelah beberapa unit pelajaran, sehingga guru dapat menentukan
keputusan atau perlakuan terhadap siswa tersebut. Apakah perlu diadakannya
perbaikan atau penguatan, serta menentukan rencana pembelajaran berikutnya baik
dari segi materi maupun rencana strateginya.
Oleh karena
itu, guru setidaknya mampu menyusun instrumen tes maupun non tes, mampu membuat
keputusan bagi posisi siswa-siswanya, apakah telah dicapai harapan
penguasaannya secara optimal atau belum. Kemampuan yang harus dimiliki oleh
guru yang kemudian menjadi suatu kegiatan rutin yaitu membuat tes, melakukan
pengukuran, dan mengevaluasi dari kompetensi siswa-siswanya sehingga mampu
menetapkan kebijakan pembelajaran selanjutnya.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
ciri-ciri pendidikan di Indonesia ?
2. Bagaimana
kualitas pendidikan di Indonesia ?
3. Bagaimana permasalahan bidang tenaga pendidik dan kependidikan
?
4. Bagaimana peningkatan mutu pendidikan dan tenaga kependidikan ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan ciri-ciri pendidikan di Indonesia.
2. Mendeskripsikan kualitas pendidikan di Indonesia
saat ini.
3. Mendeskripsikan
permasalahan bidang tenaga pendidik dan kependidikan.
4. Mendeskripsikan peningkatan mutu pendidikan dan tenaga kependidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ciri-ciri
Pendidikan di Indonesia
Cara
melaksanakan pendidikan di Indonesia sudah tentu tidak terlepas dari tujuan
pendidikan di Indonesia, sebab pendidikan Indonesia yang dimaksud di sini ialah
pendidikan yang dilakukan di bumi Indonesia untuk kepentingan bangsa Indonesia.
Aspek
ketuhanan sudah dikembangkan dengan banyak cara seperti melalui pendidikan-pendidikan
agama di sekolah maupun di perguruan tinggi, melalui ceramah-ceramah agama di
masyarakat, melalui kehidupan beragama di asrama-asrama, lewat mimbar-mimbar
agama dan ketuhanan di televisi, melalui radio, surat kabar dan sebagainya. Bahan-bahan
yang diserap melalui media itu akan berintegrasi dalam rohani para
siswa/mahasiswa.
Pengembangan
pikiran sebagian besar dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan
tinggi melalui bidang studi-bidang studi yang mereka pelajari. Pikiran para
siswa/mahasiswa diasah melalui pemecahan soal-soal, pemecahan berbagai masalah,
menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya.
B. Kualitas
Pendidikan di Indonesia
Seperti yang
telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Hal ini terbukti
dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru tentuya punya
harapan terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada siswanya. Memang,
guru-guru saat ini kurang kompeten. Banyak orang yang menjadi guru karena tidak
diterima di jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali guru-guru lama yang
sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar
murid, mereka memiliki pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka
ajarkan. Belum lagi masalah gaji guru. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut,
tidak lama lagi pendidikan di Indonesia akan hancur mengingat banyak guru-guru
berpengalaman yang pensiun.
Sarana
pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan di
Indonesia, terutama bagi penduduk di daerah terbelakang. Namun, bagi penduduk
di daerah terbelakang tersebut, yang terpenting adalah ilmu terapan yang
benar-benar dipakai buat hidup dan kerja. Ada banyak masalah yang menyebabkan
mereka tidak belajar secara normal seperti kebanyakan siswa pada umumnya,
antara lain guru dan sekolah.
“Pendidikan
ini menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya,” kata Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono usai rapat kabinet terbatas di Gedung Depdiknas, Jl Jenderal
Sudirman, Jakarta, Senin (12/3/2007).
Presiden
memaparkan beberapa langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam rangka
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, antara lain yaitu:
· Langkah
pertama yang akan dilakukan pemerintah, yakni meningkatkan akses terhadap
masyarakat untuk bisa menikmati pendidikan di Indonesia. Tolak ukurnya dari
angka partisipasi.
· Langkah
kedua, menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan, seperti
ketidakmerataan di desa dan kota, serta jender.
· Langkah
ketiga, meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru dan
dosen, serta meningkatkan nilai rata-rata kelulusan dalam ujian nasional.
· Langkah
keempat, pemerintah akan menambah jumlah jenis pendidikan di bidang kompetensi
atau profesi sekolah kejuruan. Untuk menyiapkan tenaga siap pakai yang
dibutuhkan.
· Langkah
kelima, pemerintah berencana membangun infrastruktur seperti menambah jumlah
komputer dan perpustakaan di sekolah-sekolah.
· Langkah
keenam, pemerintah juga meningkatkan anggaran pendidikan. Untuk tahun ini
dianggarkan Rp 44 triliun.
· Langkah
ketujuh, adalah penggunaan teknologi informasi dalam aplikasi pendidikan.
· Langkah
terakhir, pembiayaan bagi masyarakat miskin untuk bisa menikmati fasilitas
penddikan.
- Permasalahan Bidang Tenaga Pendidik dan
Kependidikan antara lain :
- Masih banyak guru yang belum memenuhi syarat kualifikasi akademik
- Masih banyak guru yang
belum tersertifikasi
- Masih terdapat
kesenjangan tingkat kesejahteraan
guru yang bertugas di sekolah negeri dengan guru di sekolah swasta.
- Tuntutan kesejahteraan
: Guru PNS, DPK, PTT, Guru Bantu, Guru Honor, Guru NIP 15, dan Guru Swasta
Murni
- Masih banyak guru yang
belum PNS
- Belum adanya tenaga
tata usaha SD
- Belum adanya tenaga
perpustakaan
- Belum adanya tenaga
laboran di sekolah
- Penyebaran guru dan
tenaga kependidikan secara kuantitatif dan kualitatif antar wilayah dan
antar sekolah belum merata dan proporsional
D.
Peningkatan
Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
Upaya
peningkatan mutu pendidikan dipengaruhi oleh faktor majemuk. Faktor yang satu
saling berpengaruh terhadap faktor yang lainnya. Namun demikian, faktor yang
paling penting adalah guru, karena hitam-putihnya proses belajar mengajar di
dalam kelas banyak dipengaruhi oleh mutu gurunya. Guru dikenal sebagai 'hidden
currickulum' atau kurikulum tersembunyi, karena sikap dan tingkah laku,
penampilan profesional, kemampuan individual, dan apa saja yang melekat pada
pribadi sang guru, akan diterima oleh peserta didiknya sebagai rambu-rambu
untuk diteladani atau dijadikan bahan pembelajaran. Bagi sebagian besar
orangtua siswa, sosok pendidik atau guru masih dipandang sebagai wakil orangtua
ketika anak-anaknya tidak berada di dalam keluarga.
Fasilitas
pendidikan berupa buku sudah demikian canggih disusun. Bahkan banyak bahan ajar
yang kini telah disusun dalam bentuk CD ROM, bukan buku yang tebal dan biasanya
disusun tidak semenarik komik atau majalah. Dengan demikian peserta didik
memiliki pilihan lain berupa sumber informasi yang tinggal 'ngeklik' di
komputer pribadinya. Sumber informasi dengan mudah dicari dengan cara 'surfing'
melalui bahan ajar virtual melalui internet. Nah, dalam kondisi seperti itu,
apakah peran pendidik masih diperlukan lagi?
Pada era teknologi
informasi, guru memang tidak lagi dapat berperan sebagai satu-satunya sumber
informasi dan ilmu pengetahuan. Peran guru telah berubah lebih menjadi
fasilitator, motivator, dan dinamisator bagi peserta didik. Dalam era teknologi
informasi peserta didik dengan mudah dapat mengakses informasi apa saja yang
tersedia melalui internet. Dalam kondisi seperti itu, maka guru diharapkan
dapat memberikan peran yang lebih besar untuk memberikan rambu-rambu etika dan
moral dalam memilih informasi yang diperlukan. Dengan kata lain, peran pendidik
tidak dapat digantikan oleh apa dan siapa, serta dalam era apa saja. Untuk
dapat melaksanakan peran tersebut secara efektif dalam proses pendidikan,
pendidik dan tenaga kependidikan harus ditingkatkan mutunya dengan skenario
yang jelas.
Pertanyaan besar yang akan dicoba dijawab dalam
tulisan ini adalah tentang bagaimana skenario yang harus diikuti untuk
meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan? Keseluruhan skenario itu
akan meliputi beberapa pertanyaan. Pertama, langkah pertama apakah yang dinilai
sangat penting sebagai titik awal (starting point) untuk melakukan
langkah-langkah berikutnya. Langkah pertama ini juga dinilai sebagai pemutus
rantai dari serangkaian mata rantai masalah yang sering sebagai lingkaran setan
(vicious circle) yang tidak diketahui mana pangkal dan ujungnya. Kedua,
langkah-langkah besar apakah yang harus dilakukan dalam keseluruhan skenario
itu. Ketiga, apa hubungan antara langkah yang satu dengan langkah yang lain,
serta apa prasyarat yang harus dipenuhi untuk dapat mencapai langkah yang telah
ditentukan. Untuk lebih jelasnya penulis uraikan sebagai berikut:
1. Peningkatan Gaji dan Kesejahteraan Guru
1. Peningkatan Gaji dan Kesejahteraan Guru
Mohammad Surya (Ketua Umum Pengurus Besar PGRI),
menyatakan dengan tegas bahwa "semua keberhasilan agenda reformasi
pendidikan pada akhirnya ditentukan oleh unsur yang berada di front terdepan,
yaitu guru. Hak-hak guru sebagai pribadi, pemangku profesi keguruan, anggota
masyarakat dan warga negara yang selama ini terabaikan, perlu mendapat prioritas
dalam reformasi". Hak utama pendidik yang harus memperoleh perhatian dalam
kebijakan pemerintah adalah hak untuk memperoleh penghasilan dan kesejahteraan
dengan standar upah yang layak, bukan 'upah minimum'. Kebijakan "upah
minimun" boleh jadi telah menyebabkan pegawai bermental kuli, bukan
pegawai yang mengejar prestasi. Itulah sebabnya, maka langkah pertama
peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan adalah memberikan
kesejahteraan guru dengan gaji yang layak untuk kehidupannya.
Langkah pertama ini dinilai amat vital dan strategis
untuk meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Mengapa? Setidaknya
ada dua alasan. Pertama, dari lima syarat pekerjaan dapat disebut sebagai
profesi, yang masih belum terpenuhi secara sempurna adalah gaji dan kompensasi
dari pelaksanaan peran sebagai profesi.Kelima syarat pekerjaan sebagai profesi
adalah;
(1) bahwa pekerjaan itu memiliki fungsi dan
signifikansi bagi masyarakat,
(2) bahwa pekerjaan itu memerlukan bidang keahlian
tertentu,
(3) bidang
keahlian itu dapat dicapai dengan melalui cabang pendidikan tertentu (body of knowledge),
(4) bahwa pekerjaan itu memerlukan organisasi profesi
dan adanya kode etik tertentu, dan kemudian.
(5) bahwa
pekerjaan tersebut memerlukan gaji atau kompensasi yang memadai agar pekerjaan
itu dapat dilaksanakan secara profesional.
Dari kelima syarat tersebut, yang masih belum
terpenuhi sepenuhnya adalah syarat yang kelima, yakni gaji dan kompensasi yang
memadai. Alasan kedua, karena peningkatan gaji dan kesejahteraan merupakan
langkah yang memiliki dampak yang paling berpengaruh (multiplier effects)
terhadap langkah-langkah lainnya. Kalau perlu, agar langkah pertama tersebut
tidak menjadikan iri bagi pekerjaan lainnya, kenaikan gaji dapat dilakukan
secara menyeluruh dan bertahap. Hal ini terkait dengan maraknya tindak korupsi
yang telah mencapai tingkat yang berbahaya seperti virus yang telah menjangkiti
semua aspek kehidupan manusia.
Apa
prasyarat yang harus dipenuhi untuk dapat melaksanakan langkah pertama ini
dengan baik? Jika standar gaji yang akan dinaikkan itu cukup tinggi, maka
kenaikan gaji dapat dilakukan dengan standar kompetensi yang tinggi pula. Yang
akan diberikan kenaikan gaji adalah para pendidik dan tenaga kependidikan yang
telah mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan. Oleh karena dewasa ini
terdapat berbagai pangkat dan golongan pegawai, maka kenaikan gajinya juga
diselaraskan dengan pangkat dan golongan pegawai tersebut. Dengan demikian, uji
kompetensi harus dilakukan dahulu secara jujur dan transparan. Untuk itu, maka
instrumen uji kompetensi harus disiapkan secara matang. Jangan ada kecurangan
dalam proses uji kompetensi ini. Jika terjadi kecurangan dalam pelaksanaan uji
kompetensi, maka secara otomatis akan dapat merusak seluruh komponen dalam sistem
ini. Langkah pertama ini akan berjalan dengan lebih matap jika sistem
pembayaran gajinya telah dilaksanakan dengan melalui bank.
- Strategi Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan
Untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru sebagai tenaga
kependidikan, maka profesi guru harus memiliki dan menguasai perencanaan
kegiatan belajar mengajar, melaksanakan kegiatan yang direncanakan dan
melakukan penilaian terhadap hasil dari proses belajar mengajar. Kemampuan guru
dalam merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran merupakan faktor utama
dalam mencapai tujuan pengajaran. Keterampilan merencanakan dan melaksanakan
proses belajar mengajar ini sesuatu yang erat kaitannya dengan tugas dan tanggung
jawab guru sebagai pengajar yang mendidik.
Guru sebagai
pendidik mengandung arti yang sangat luas, tidak sebatas memberikan bahan-bahan
pengajaran tetapi menjangkau etika dan estetika perilaku dalam menghadapi
tantangan kehidupan di masyarakat. Sebagai pengajar, guru hendaknya memiliki
perencanaan (planing) pengajaran yang cukup matang. Perencanaan pengajaran
tersebut erat kaitannya dengan berbagai unsur seperti tujuan pengajaran, bahan
pengajaran, kegiatan belajar, metode mengajar, dan evaluasi. Unsur-unsur
tersebut merupakan bagian integral dari keseluruhan tanggung jawab guru dalam
proses pembelajaran.
Strategi
tersebut dalam esensi tertentu sebenarnya sudah diimplementasikan oleh beberapa
sekolah yang berada di Indonesia sejak sebelum Indonesia merdeka yang terbukti
dengan adanya berbagai lembaga pendidikan swasta (swadaya masyarakat) tumbuh
besar, bahkan sebagian besar berbentuk lembaga pendidikan .tradisional. baik
yang berlandaskan agama maupun budaya.
Demikian
juga penerapan skenario peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan di
Indonesia sangat terkait dengan sistem pemerintahan (yang baru mengalami
perubahan besar dan implementasinya masih terus berkembang), sistem pendidikan,
kebijakan yang mendukung, serta pengalaman-pengalaman masa lalu yang dapat
digunakan sebagai guru terbaik disamping mengambil manfaat dari pengalaman
negara lain, agar tidak perlu mengulang kesalahan yang sama. Tidak kalah
pentingnya dalam hal ini adalah suasana masyarakat (semua pihak) yang
menghendaki desentralisasi (otonomi), transparansi, demokratisasi,
akuntabilitas, serta dorongan peningkatan peran masyarakat dalam hampir semua
kebijakan dan layanan publik, termasuk pendidikan.
Upaya
peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan di indonesia cukup mendapat
respon/tanggapan yang positif, meskipun disana-sini ada pro dan kontra baik
secara terus terang maupun secara diam-diam. Baik yang antusias menerima,
mereka ingin segera memperoleh kepastian, ingin memperoleh pedoman, petunjuk
dan sebagainya, bahkan menuntut adanya definisi/batasan pengertian yang pasti.
Disisi lain, ada yang pesimis bahkan sinis terhadap upaya peningkatan mutu
pendidik dan tenaga kependidikan, apalagi yang akan diimplementasikan untuk
membuat pusing sekolah.
Keberhasilan
upaya peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan indonesia (sungguhpun
secara bertahap atau incremental) tidak lepas dari kondisi objektif yang
mendukung pada saat (timing) yang tepat. Elemen-elemen yang mendukung tersebut
antara lain : iklim perubahan pemerintahan yang menghendaki transparansi,
demokratisasi dan akuntabilitas, desentralisasi dan pemberdayaan potensi
masyarakat, konsepsi manajemen pendidikan yang telah lama dipendam oleh para
tokoh pendidikan untuk diaktualkan, serta sebagian birokrat yang secara diam-diam
konsisten ingin melakukan reform tanpa banyak publikasi.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Peningkatan
mutu pendidikan tidak dapat dilepaskan dengan upaya peningkatan mutu
pendidiknya dan tenaga kependidikannya. Upaya peningkatan mutu pendidikan tidak
akan memenuhi sasaran yang diharapkan tanpa dimulai dengan peningkatan butu
pendidik dan tenaga kependidikannya.
Upaya
peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan tidak dapat dilepaskan dengan
aspek-aspek penting sebagai berikut: (1) gaji dan standar kesejahteraan yang
layak untuk kehidupannya, (2) standar kualifikasi, (3) standar kompetensi dan
upaya peningkatannya, (4) sistem sertifikasi pendidik dan tenaga kependiikan
dan alih profesi yang tidak memenuhi standar kompetensi, (4) seleksi/rekruitmen
yang jujur dan transparan, (5) standar pembinaan karir, (6) penyiapan calon
pendidik dan tenaga kependidikan yang selaras dengan standar kompetensi, dan
lebih menekankan praktik dan dengan teori yang kuat, (7) sistem diklat di
lembaga inservice training dan pendidikan profesi di LPTK, dan (8) pemberdayaan
organisasi pembinaan profesional seperti KKG, MGMP, MKKS, dan MKPS, yang perlu
diberdayakan. Mudah-mudahan.
Semoga
melalui sumbangan pemikiran dalam peningkatann mutu pendidik dan tenaga
kependidikan dapat terus ditingkatkan sehingga tercapai Insan Indonesia Cerdas
dan Kompetitif melalui upaya mewujudkan pendidikan yang mampu membangun insan
Indonesia yang cerdas dan kompetitif dengan adil, bermutu, dan relevan untuk
kebutuhan masyarakat global.
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara, 2006
N.K, Roestiyah. Masalah-masalah Ilmu Keguruan. Jakarta: Bina Aksara.1989
Ni.am, Asrorun. Membangun Profesionalitas Guru. Jakarta : eLSAS. 2006
Samana, A. Profesionalisme Keguruan,Yogyakarta:Kanisius,1994
www.SaifulAdi.wordpress.com, 6 Januari 2007
Ibrahim Bafadal, Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar, Jakarta: Bumi Aksara, 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar