hubungan
antara kompetensi guru dengan Pembentukan Karakter
Disusun
Oleh:
Parlina Susi
Siswanti
0901045317
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah Penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas berkah
rahmat dan hidayah-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas Karya Tulis
Ilmiah ini. Karya Tulis Ilmiah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah
Pedagogik Transformatif.
Dalam penjelasannya, Karya Tulis Ilmiah ini menguraikan sedikit banyak
tentang pendidikan karakter. Di dalammnya diuraikan secara terperinci tentang
kerangka permasalahan mengenai pendidikan karakter beserta kompetensi-kompetensi
yang harus dikuasai guru dalam melakukan pembelajaran, diantaranya kompetensi
kepribadian, sosial dan profesional guru.
Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini tidak terlepas dari curahan perhatian,
bantuan dan dorongan dari berbagai pihak yang telah ikut berpartisipasi dalam
merampungkan kesempurnaan penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini. Oleh karena itu,
penyusun menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah berperan. Atas segala bantuan dan partisipasinya, semoga Allah
SWT berkenan membalasnya dengan balasan kebaikan yang berlipat-lipat. Aamiin…
Penyusun juga menyadari dengan sepenuhya bahwa penyusunan Karya Tulis
Ilmiah ini masih jauh dari sempurna baik dari segi substansi maupun
sistematikanya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sungguh
sangat penyusun nantikan demi evaluasi di masa mendatang.
Akhirnya penyusun berharap, semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat diterima
dengan baik dan memberikan manfaat serta dapat dipertanggung jawabkan sebagai
salah satu referensi pendidikan di khususnya lingkungan UHAMKA.
Jakarta, Mei 2012
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pendidikan
karakter, dewasa ini sedang gencar dibahas di beberapa media massa
(Koran/majalah) pendidikan. Apa sebenarnya pendidikan karakter itu? Mengapa
pendidikan karakter sedemikian pentingnya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut umum
terlontar dari masyarakat awam maupun dari kalangan pendidik.
Dalam
UU Sisdiknas tahun 2003, Bab II, pasal 3, jelas disebutkan bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga egara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Dengan
demikian, jelaslah tugas guru bukan
hanya mentransfer ilmu kepada siswa, tetapi juga sebagai cermin tempat
subjek didik dapat berkaca. Dalam relasi interpersonal antar guru dan subjek
didik tercipta situasi didik yang memungkinkan subjek didik dapat belajar
menerapkan nilai-nilai yang menjadi contoh dan memberi contoh. Guru mampu
menjadi orang yang mengerti diri siswa dengan segala problematikanya, guru juga
harus mempunyai wibawa sehingga siswa segan terhadapnya. Hakikat guru pendidik
adalah bahwa ia harus dapat digugu dan ditiru
Untuk mencapai fungsi ini, maka sudah seyogyanya seorang guru mengerti
fungsi kompetensi kepribadian guru sebagai seseorang yang memberikan bimbingan
dan suri teladan, baik secara individu maupun bersama-sama untuk mengembangkan
kreativitas dan membangkitkan motif belajar serta dorongan untuk maju kepada
anak didik.
Oleh karena itu, pendidikan karakter
dapat berjalan dengan baik apabila guru sudah menguasai kompetensi-kompetensi
yang memang seharusnya dikuasai guru, bukan hanya menjadi guru yang “asal
ngajar” seperti kebanyakan terjadi sekarang. Namun tentu saja hal ini sulit
tercapai, karena banyaknya guru yang sudah berada di titik “nyaman”, sehingga
sulit untuk melakukan gerakan perubahan ke arah yang lebih baik.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka
rumusan masalah dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana
kompetensi, kepribadian, sosial dan profesional guru dalam pengaruhnya terhadap
kegiatan pendidikan di sekolah?
2. Unsur-unsur
apa sajakah yang berpengaruh terhadap kompetensi, kepribadian, sosial dan
profesional guru dalam pengaruhnya terhadap kegiatan pendidikan di sekolah?
1.3. Tujuan
Tujuan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai
salah satu upaya dalam rangka perolehan evaluasi akademik pada Mata Kuliah yang
bersangkutan.
2. Sebagai
salah satu kegiatan pembelajaran berbasis kompetensi, dengan lebih mengupayakan
pendalaman materi praktik dan observasi.
3. Sebagai
salah satu upaya pengembangan diri pada mahasiswa dalam rangka penggalian
materi dan pemahaman khususnya mengenai materi profesi keguruan.
1.4. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dapat tercapai dari penulisan Karya Tulis Ilmiah
ini diantaranya adalah :
1. Manfaat
keilmuan, yaitu dari hasil karya tulis ini ini diharapkan dapat menambah dan
memperkaya bahan kajian.
2. Manfaat
untuk para guru, yaitu sebagai sumbangan pemikiran dalam memperkaya kompetensi
dan landasan edukatif dalam meningkatkan efektivitas pendidikan.
1.5. Metodologi Penulisan
Metodologi yang digunakan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini adalah
berdasarkan metode studi literatur, yaitu mencari bahan-bahan penulisan yang
sekiranya mendukung terhadap pembahasan materi yang dijadikan pokok bahasan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Karakter
Karakter atau kepribadian ialah ciri
watak seorang individu yang bersifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang
yang membedakannya dari orang lain. Karakter juga merupakan organisasi dari
faktor-faktor biologis.
Kata karakter berasal
dari kata Yunani, charassein, yang berarti mengukir sehingga terbentuk sebuah
pola. Mempunyai akhlak mulia adalah tida secara otomatis dimiliki oleh setiap
manusia begitu ia dilahirkan, tetapi memerlukan proses panjang melalui
pengasuhan dan pendidian (proses”pengukiran”). Dalam istilah arab karakter ini
mirip dengan ahklah ( akar kata dari khuluk), yaitu tabiat atau kebiasaan
melakukan hal yang baik. Al Ghazali menggambarkan bahwa akhlak adalah tingkah
laku seseorang yang berasal dari hati yang baik. Oleh karena itu pendidikan
karakter adalah usaha aktif untu membentuk kebiasaan bai (habit), sehingga
sifat anak sudah terukir sejak kecil. Tuhan menurunkan petunjuk melalui para
Nabi dan Rasul-Nya untuk manusia agar senantiasa berperilaku sesuai dengan yang
diinginkan Tuhan sebagai wakil Tuhan di muka bumi ini.
Karakter didefinisikan
secara berbeda-beda oleh berbagai pihak. Karakter menurut Depdikbud adalah
“bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat,
tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah “berkepribadian, berperilaku,
bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Ada juga yang menyebutkan karakter sebagai
penilaian subjektif terhadap kualitas moral dan mental, sementara yang lainnya
menyebutkan karakter sebagai penilaian subjektif terhadap kualitas mental saja,
sehingga upaya merubah atau membentuk karakter hanya berkaitan dengan stimulasi
terhadap intelektual seseorang (encyclopedia.thefreedictionary.com, 2004).
Sedangkan menurut Megawangi (2003), kualitas karakter meliputi sembilan pilar,
yaitu (1) Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; (2) Tanggung jawab, Disiplin dan
Mandiri; (3) Jujur/amanah dan Arif; (4) Hormat dan Santun; (5) Dermawan, Suka
menolong, dan Gotong-royong; (6) Percaya diri, Kreatif dan Pekerja keras; (7)
Kepemimpinan dan adil; (8) Baik dan rendah hati; (9) Toleran, cinta damai dan
kesatuan. Orang yang memiliki karakter baik adalah orang yang memiliki
kesembilan pilar karakter tersebut.
Karakter, seperti juga kualitas diri yang lainnya, tidak berkembang dengan sendirinya. Perkembangan karakter pada setiap individu dipengaruhi oleh faktor bawaan (nature) dan faktor lingkungan (nurture). Menurut Confusius seorang filsuf terkenal Cina dalam Megawangi (2003) menyatakan bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi mencintai kebajikan, namun bila potensi ini tidak diikuti dengan pendidikan dan sosialisasi setelah manusia dilahirkan, maka manusia dapat berubah menjadi binatang, bahkan lebih buruk lagi. Oleh karena itu, sosialisasi dan pendidikan anak yang berkaitan dengan nilai-nilai kebajikan – baik di keluarga, sekolah, maupun lingkungan yang lebih luas sangat penting dalam pembentukan karakter seorang anak. Sebagaimana menurut Piaget dalam Pateda (1988) dalam usahanya mencari hubungan antara bahasa dan pikiran anak, mengemukakan pendapat bahwa perkembangan bahasa dan penggunaannya oleh anak tercermin dalam perkembangan mentalnya. Persepsi anak dan lingkungan sosialnya memegang peranan penting dalam kehidupan anak. Lingkungan sekitar yang memprogram bagaiman selanjutnya sang anak. [1]
Karakter, seperti juga kualitas diri yang lainnya, tidak berkembang dengan sendirinya. Perkembangan karakter pada setiap individu dipengaruhi oleh faktor bawaan (nature) dan faktor lingkungan (nurture). Menurut Confusius seorang filsuf terkenal Cina dalam Megawangi (2003) menyatakan bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi mencintai kebajikan, namun bila potensi ini tidak diikuti dengan pendidikan dan sosialisasi setelah manusia dilahirkan, maka manusia dapat berubah menjadi binatang, bahkan lebih buruk lagi. Oleh karena itu, sosialisasi dan pendidikan anak yang berkaitan dengan nilai-nilai kebajikan – baik di keluarga, sekolah, maupun lingkungan yang lebih luas sangat penting dalam pembentukan karakter seorang anak. Sebagaimana menurut Piaget dalam Pateda (1988) dalam usahanya mencari hubungan antara bahasa dan pikiran anak, mengemukakan pendapat bahwa perkembangan bahasa dan penggunaannya oleh anak tercermin dalam perkembangan mentalnya. Persepsi anak dan lingkungan sosialnya memegang peranan penting dalam kehidupan anak. Lingkungan sekitar yang memprogram bagaiman selanjutnya sang anak. [1]
Terbentuknya karakter
(kepribadian) manusia ditentukan oleh 2 faktor, yaitu (1) nature
(faktor alami atau fitrah), (2) nurture (sosialisasi dan pendidikan).
Pengaruh nature. Agama mengajaran bahwa setiap manusia mempunyai
kecenderungan (fitrah) untuk mencintai kebaikan. Namun fitrah ini adalah
bersifat potensial, atau belum termanisfestasi ketika anak dilahirkan.
Confucius, seorang filsuf dari Cina pada abad V SM juga menyatakan bahwa
walaupun manusia mempunyai fitrah kebaikan, namun tanpa diikuti dengan intruksi
(pendidikan dan sosialisasi), manusia dapat berubah menjadi binatang, bahkan
lebih buruk lagi ( Brooks dan Goble, 1997)
2.2
Pola Pembentukan Karakter
Karakter merupakan
sesuatu yang menunjukkan apakah seseorang konsekuen dalam mematuhi etika
perilaku, konsisten atau teguh tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
Beberapa factor yang mempengaruhinya diantaranya adalah:
a.
Fisik. Factor fisik yang dianggap
mempengaruhi perkembangan karakter adalah postur tubuh, kecantikan, kesehatan,
keutuhan tubuh, dan keberfungsian organ tubuh.
b.
Intelijensi. Intelijensi individu
dapat mempengaruhi, karena individu yang intelijensinya tinggi atau normal,
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan secara wajar, sedangkan yang rendah,
biasanya sering mengalami hambatan atau kendala dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungan.
c.
Keluarga. Suasana atau iklim keluarga
sangatlah menentukan, bila anak berada dalam keluarga yang baik dan harmonis
maka kepribadiannya akan baik, sebaliknya apabila lingkungan keluarga tidak
harmonis atau biasa disebut “broken home” perilaku anak dapat saja menyimpang.
d.
Teman sebaya. Setelah masuk sekolah,
anak akan bergaul dengan teman sebayanya, nah, teman sebaya tersebut bias saja
memberi pengaruh negative maupun positif.
e.
Kebudayaan. Pengaruh kebudayaan dapat
dilihat dari perbedaan antara masyarakat modern (yang sudah maju khususnya
IPTEK) dengan masyarakat primitive (yang relative sederhana), seperti cara
makan, berpakaian, hubungan interpersonal, atau cara memandang waktu.
2.3
Proses Pembangunan Karakter pada Masyarakat
Dewasa ini banyak orang tua yang akan merasa bangga apabila anaknya
memperoleh nilai sempurna dalam semua mata pelajaran, anak dibiarkan terkurung
di dalam kamar untuk belajar sementara teman-temannya asyik bermain. Di satu
sisi, siswa tersebut memang terasah kemampuan kognitifnya. Namun di sisi lain,
ia mengalami ketimpangan atau kelumpuhan emosional (afektif). Yang tidak disadari
orang tua adalah bermain sebenarnya juga bagian dari proses belajar. Hidup itu seperti naik sepeda,
perlu sekali menjaga keseimbangan. Jika keseimbangan tidak terjaga maka akan
jatuh.
Seperti yang kita ketahui, manusia sebenarnya memiliki daya cipta, rasa
dan karsa. Karena itu, ketika hanya daya cipta (IQ) saja yang diasah, maka
terjadi ketidakseimbangan. Tentunya, efek dari pola pendidikan yang
hanya menitik beratkan pada daya cipta (kognisi / IQ) saja dan mengabaikan rasa
(afeksi / EQ) dan karsa (action) akan terasa dan terlihat di kala si anak
tumbuh dewasa. Si anak tersebut akan lumpuh sosial. Lumpuh sosial terjadi
ketika si anak tidak mampu menjalin hubungan di lingkungan sosialnya. Padahal,
dalam setiap pergaulan di masyarakat, baik pergaulan dalam pekerjaan, pergaulan
organisasi, pergaulan di sekolah dan lain-lain pasti butuh
untuk menjalin hubungan dan bekerjasama dengan sesama. Pada akhirnya bisa
menghambat perkembangan potensi dirinya.
Bukankah sudah menjadi kebutuhan mendasar kita sebagai manusia untuk
saling bekerjasama. Dengan bekerjasama, sebenarnya kita membuka banyak peluang
untuk mempelajari banyak hal. Dengan begitu kita bisa menambah kesempatan untuk
mengeksplor diri kita. Inilah letak pentingnya pergaulan dan interaksi sosial.
Dulu, orang tua memang mengarahkan
anak-anaknya untuk mengasah IQ-nya. Sebab, IQ yang tinggi diartikan sebagai
tingkat kecerdasan yang tinggi pula (dan konon jadi resep sukses kalo IQ
tinggi). Namun, sebuah kesadaran baru akhirnya muncul bahwa ada kecerdasan lain
yang juga tidak bisa diabaikan, yakni kecerdasan emosional.
Keseimbangan antara kecerdasan kognitif (pengetahuan), perasaan
(afektif) dan tindakan (action) akan membangun kekuatan karakter diri yang baik. Karakter diri sangatlah penting
peranannya. Sebab, karakter diri adalah cara pikir dan
prilaku yang khas dari individu untuk hidup dan bekerjasama dengan sekitarnya.
Terkadang, karakter diri seseorang terasa tidak
seimbang. Ada orang yang memiliki ide-ide brilian namun tidak mampu bekerjasama
dengan timnya. Itu menunjukkan orang tersebut memiliki kecerdasan IQ yang baik
sedang kecerdasan emosionalnya buruk. Ada juga orang yang memiliki otak
cemerlang, dia juga baik, namun malas bekerja. Itu menunjukkan actionnya lebih
lemah dibanding IQ dan EQ nya.
Karakter diri akan semakin kuat jika
ketiga aspek tersebut terpenuhi. Karakter diri yang baik ini akan sangat
menentukan proses pengambilan keputusan,
berperilaku dan cara pikir kita. Yang pada akhirnya akan menentukan kesuksesan
kita. Lihat saja, seorang Nelson Mandela meraih simpati dunia dengan ide
perdamaiannya. Bunda Teresa menggetarkan dunia dengan rasa cinta dan kepedulian
terhadap sesamanya. Bung Karno dengan ide, kegigihan dan kecerdasannya masih
terasa bagi kita bangsa Indonesia yang telah melalui tahun millennium.
Semua itu adalah wujud dari kekuatan karakter yang mereka miliki. Ini
menegaskan bahwa, karakter seseorang menentukan kesuksesan
individu. Dan menurut penelitian, kesuksesan seseorang justru 80 persen
ditentukan oleh kecerdasan emosinya, sedangkan kecerdasan intelegensianya
mendapat porsi 20 persen.
2.4
Bagaimana Membangun Karakter
Pada diri setiap individu memiliki karakternya masing-masing. Lingkungan
memiliki peran penting dalampembentukan karakter. Karakter kita, memiliki peran penting
dalam proses kehidupan. Sebab,karakter mengendalikan pikiran dan
perilaku kita, yang tentu saja menentukan kesuksesan, cara kita menjalani hidup,
meraih obsesi dan menyelesaikan masalah.
Sebenarnya masing-masing dari kita memiliki karakter yang khas. Dan, kekhasan karakter tersebut merupakan
kekuatan karakter kita. Sebab, kekhasan atau
keunikan itulah yang membedakan kita dengan individu lainnya. Si penghibur akan
menebarkan semangat, si pengatur akan memanajemen
organisasi. Mereka yang bijak dan tidak suka konflik bisa menjadi pendamai. Itu
semua adalah kekuatan karakter. Dan, setiap karakter akan dibutuhkan dalam setiap
pergaulan, baik pergaulan kerja, organisasi atau masyarakat.
Ingatlah! Kekuatan karakter harus dibangun sejak awal.
Membangun kekuatan karakter bisa dilakukan melalui pendidikan karakter baik di lingkungan formal
seperti sekolah, atau non-formal seperti keluarga dan masyarakat. Pendidikan karakter diberikan melalui penanaman
nilai-nilai karakter. Bisa berupa pengetahuan, kesadaran
atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Outputpendidikan karakter akan terlihat pada terciptanya
hubungan baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan,
masyarakat luas dan lain-lain.
Pendidikan karakter tidak hanya diberikan secara
teoritik di sekolah, namun juga perlu diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Sehingga akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan itu adalah
bukti bahwa pendidikanyang diberikan telah merasuk dalam
diri seseorang. Ketika makan bersikap sopan, ketika hendak tidur membaca doa,
ketika keluar rumah berpamitan, tekun dan semangat mewujudkan obsesi dan
cita-cita, jujur, berbuat baik kepada hewan dan tumbuhan, tidak membuang sampah
di sembarang tempat dan lain-lain.
Membangun kekuatan karakter dilakukan dengan melibatkan
seluruh elemen. Sebab, setiap elemen akan berpengaruh dalam proses pembentukan karakter individu.
Seorang anak akan meniru dan mengidentifikasi apa yang ada di sekelilingnya.
Role model positif akan membentuk karakter yang positif dan sebaliknya
role model negatif akan membentuk keprbadian dan karakter negatif. Karena itu, setiap
unsur lingkungan hendaknya dibangun secara positif, sehingga karakter anak akan terbentuk secara positif
juga.
Lalu bagaimana cara membangun kekuatan karakter itu? Kekuatan karakter akan terbentuk dengan
sendirinya jika ada dukungan dan dorongan dari lingkungan sekitar. Bayangkan
sebuah lidi tidak akan memiliki daya untuk menghalau sampah-sampah. Namun, jika
didukung oleh ratusan lidi yang lain akan membentuk satu kekuatan untuk
membersihkan halaman rumah. Begitu juga dengan karakter, akan menjadi kuat ketika didukung
oleh lingkungan. Peran keluarga, sekolah, masyarakat sangat dominan dalam
mendukung dan membangun kekuatan karakter.
Karakter yang kuat pada akhirnya akan
berperan optimal di setiap interaksi sosial. Sehingga, individu dengan karakter kuat tersebut akan memberikan
sumbangsih –baik moril atau spirituil- yang berdaya guna bagi sekitarnya.
2.5
Kompetensi-Kompetensi Guru
2.5.1
Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang
berkaitan dengan perilaku pribadi guru itu sendiri yang kelak harus memiliki
nilai-nilai luhur sehingga terpancar dalam perilaku sehari-hari. Hal ini dengan
sendirinya berkaitan erat dengan falsafah hidup yang mengharapkan guru menjadi
model manusia yang memiliki nilai-nilai luhur.
Di Indonesia sikap pribadi yang dijiwai oleh filsafat
Pancasila yang mengagungkan budaya bangsanya yang rela berkorban bagi
kelestarian bangsa dan negaranya termasuk dalam kompetensi kepribadian guru.
Dengan demikian pemahaman terhadap kompetensi kepribadian guru harus dimaknai
sebagai wujud sosok manusia yang utuh.
Kompetensi kepribadian guru mencakup sikap (attitude),
nilai-nilai (values) kepribadian (personality) sebagai elemen
perilaku (behaviour) dalam kaitannya dengan performanceyang
ideal sesuai dengan bidang pekerjaan yang dilandasi oleh latar belakang
pendidikan, peningkatan kemampuan dan pelatihan, serta legalitas kewenangan
mengajar. WR Houston (1974 : 4) mengemukakan bahwa kecakapan kerja
direalisasikan dalam perbuatan yang bermakna, bernilai sosial dan yang memenuhi
standar karakteristik tertentu yang diakui oleh kelompok profesinya atau oleh
warga masyarakatnya.
Setiap subjek mempunyai pribadi yang unik,
masing-masing mempunyai ciri dan sifat bawaan serta latar belakang kehidupan.
Banyak masalah psikologis yang dihadapi peserta didik, banyak pula minat,
kemampuan, motivasi dan kebutuhannya. Semuanya memerlukan bimbingan guru yang
berkepribadian dapat bertindak sebagai pembimbing, penyuluh dan dapat
menolong peserta didik agar mampu menolong dirinya sendiri. Disinilah Guru
adalah sebagai panutan yang harus digugu dan ditiru dan sebagai contoh pula
bagi kehidupan dan pribadi peserta didiknya. Dikemukakan oleh Ki Hajar
Dewantoro dalam system Amongnya yaitu guru harus :
Ing
ngarso sung tulodo
Ing
madyo mangun karso
Tut
wuri handayani
Artinya bahwa guru harus menjadi contoh dan teladan,
membangkitkan motif belajar siswa serta mendorong.memberikan motivasi dari
belakang. Dalam arti Anda sebagai seorang guru dituntut melalui sikap dan
perbuatan menjadikan dirinya pola panutan dan ikutan orang-orang yang
dipimpinnya. Dalam hal ini siswa-siswa di sekolahnya, juga sebagai seorang guru
ditunutut harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada
orang-orang yang dibimbingnya serta harus mampu mendorong orang-orang yang
diasuhnya agar berani berjalan didepan dan sanggup bertanggung jawab.
2.5.2
Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial guru merupakan kemampuan guru untuk
memahami dirinya sebagai sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat
dan mampu mengembangkan tugas sebagai anggota masyarakat dan warga negara.
Lebih dalam lagi kemampuan sosial ini mencakup kemampuan untuk menyesuaikan
diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan
tugasnya sebagai guru.
Guru sebagai bagian dari masyarakat merupakan salah
satu pribadi yang mendapatkan perhatian khusus di masyarakat. Peranan dan
segala tingkah laku yang dilakukan guru senantiasa dipantau oleh masyarakat.
Guru memiliki kedudukan khusus di mata masyarakat. Oleh karena itu,
diperlukan sejumlah kompetensi sosial yang perlu dimiliki guru dalam
berinteraksi dalam lingkungan masayarakat di tempat dia tinggal.
Kompetensi sosial dalam kegiatan belajar ini berkaitan
erat dengan kemampuan guru dalam berkomunikasi dengan masyarakat di sekitar
sekolah dan masyarakat tempat guru tinggal sehingga peranan dan cara guru
berkomunikasi di masyarakat diharapkan memiliki karakteristik tersendiri yang
sedikit banyak berbeda dengan orang lain yang bukan guru. Misi yang diemban
guru adalah misi kemanusiaan. Mengajar dan mendidik adalah tugas memanusiakan
manusia. Guru harus mempunyai kompetensi sosisal karena guru adalah Penceramah
Jaman (Langveld, 1955), lebih tajam lagi ditulis oleh Ir. Soekarno dalam
tulisan “Guru dalam masa pembangunan” menyebutkan pentingnya guru dalam masa
pembangunan adalah menjadi masyarakat. Oleh karena, itu tugas guru adalah tugas
pelayanan manusia.
Guru di mata masyarakat pada umumnya dan para peserta
didik merupakan panutan dan anutan yang perlu dicontoh dan merupakan suri
tauladan dalam kehidupannya sehari-hari.
Guru merupakan tokoh dan tipe mahluk yang diberi tugas
dan beban membina dan membimbing masyarakat ke arah norma yang berlaku. Guru
perlu memiliki kompetensi sosial untuk berhubungan dengan masyarakat dalam
rangka menyelenggaraka proses belajar mengajar yang efektif karena dengan
dimilikinya kompetensi sosial tersebut, otomatis hubungan sekolah dengan
masyarakat akan berjalan dengan lancar sehingga jika ada keperluan dengan orang
tua peserta didik atau masyarakat tentang masalah peserta didik yang perlu
diselesaikan tidak akan sulit menghubunginya.
2.5.3
Kompetensi Profesional
Kompetensi professional merupakan salah satu kemampuan
dasar yang harus dimiliki seorang guru. Ada beberapa pandangan para ahli
mengenai kompetensiprofesional. Menurut Cooper ada 4 komponen kompetensi
professional, yaitu : a) mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku
manusia, (b) mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang dibinanya;
(c) mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat dan
bidang studi yang dibinanya; dan (d) mempunyai keterampilan dalam teknik
mengajar. Sedangkan menurut (Johnson, 1980) mencakup : (a) penguasaan materi
pelajaran yang terdiri atas penguasaaan bahan yang harus diajarkan dan
konsep-konsep dasar keilmuan yang dajarkan dari bahan yang diajarkannya itu;
(b) penguasan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan
keguruan; dan (c) penguasan proses-proses kependidikan, keguruan pembelajaran
siswa. Serta menurut Depdikbud, (1980) ada 10 kemampuan dasar guru, yaitu : (a)
penguasaan bahan pelajaran beserta konsep-konsep dasar keilmuannya, (b)
pengelolaan program belajar mengajar, (c) pengelolaan kelas, (d) penggunaan
media dan sumber pembelajaran, (e) penguasaan landasan-landasan kependidikan,
(f) pengelolaan interaksi belajar mengajar, (g) penilaian prestasi siswa, (h)
pengenalan fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan, (i) pemahaman
prinsip-prinsip dan pemanfaatan hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan
peningkatan mutu pengajaran.
ok,, thanks,,, ini yang sedang saya cari,,
BalasHapuswokeh,, sama2 ye cuy.. semoga tulisan saya ini membawa manfaat ^_^
BalasHapus