KONTRIBUSI TEMAN SEBAYA
TERHADAP PERKEMBANGAN BELAJAR ANAK
Oleh
: Parlina Susi Siswanti
Senyum, salam, dan sapa adalah hal yang
sering kita lihat dari teman kita, khususnya teman sebaya yang hampir setiap
hari kita temui. Begitupula dengan siswa kita, khususnya siswa sekolah dasar.
Setiap hari bersua di lingkungan sekolah maupun di lingkungan bermain, walau
terkadang banyak pertengkaran, toh pada akhirnya anak-anak mudah melupakan dan
segera bermain kembali seperti biasa.
Terkadang alasan yang membuat mereka
datang ke sekolah bukan hanya sekadar untuk menuntut ilmu tetapi juga untuk
dapat bertemu dan bermain bersama teman sebayanya. Siswa yang setiap hari harus
belajar di dalam sekolah, tentu saja memiliki saat-saat jenuh. Dan di saat
kejenuhan itu muncul, siswa cenderung lebih sibuk dengan temannya, entah itu
mengobrol maupun memainkan permainan yang dapat dilakukan sambil duduk dan
mendengarkan guru.
Hal ini tidak dapat dianggap sepele,
karena apabila siswa yang sibuk bermain atau bercakap-cakap dengan teman
sebayanya (teman sebangku) di saat pembelajaran sedang berlangsung, tentunya
akan mengganggu proses belajar mengajar, mengganggu konsentrasi teman-temannya
yang sedang memperhatikan guru dan bisa jadi akan tertinggal dibanding
teman-temannya.
Anak-anak dalam suatu kelas pastilah
memiliki karakter yang berbeda, ada yang rajin, ada yang malas, ada yang suka
mengganggu temannya, ada yang pendiam dan lain sebagainya. Dengan berbagai karakter
yang tadi disebutkan, bukan berarti karakter tersebut tidak dapat berubah.
Salah satu faktor yang memicu perubahan itu adalah faktor lingkungan.
Lingkungan di sini dapat dibedakan menjadi lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah dan lingkungan masyarakat. Lingkungan keluarga sudah jelas, seperti
yang tercantum dalam paparan Dorothy Law Nolte (Gordon Dryden dan Yeanette Vos,
Revolusi Cara Belajar (The Learning Revolution), Bagian I : Keajaiban Pikiran,
Penerbit Kaifa, Bandung ,
2000, halaman 104) pada halaman berikutnya :
ANAK BELAJAR
DARI KEHIDUPANNYA
1.
Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki
2.
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar
berkelahi
3.
Jika anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar
gelisah
4.
Jika anak dibesarkan dengan rasa iba, ia belajar
menyesali diri
5.
Jika anak dibesarkan dengan olok-olok, ia belajar
rendah diri
6.
Jika anak dibesarkan dengan iri hati, ia belajar
kedengkian
7.
Jika anak dibesarkan dengan dipermalukan, ia belajar
merasa bersalah
8.
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar
percaya diri
9.
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar
menahan diri
10.
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar
mengharga
11.
Jika anak dibesarkan dengan penerimaan, ia belajar
mencintai
12.
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar
menyenangi diri
13.
Jika anak dibesarkan dengan pengakuan, ia belajar
mengenali tujuan
14.
Jika anak dibesarkan dengan rasa berbagi, ia belajar
kedermawanan
15.
Jika anak dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan,
ia belajar kebenaran dan keadilan
16.
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar
menaruh kepercayaan
17.
Jika anak dibesarkan dengan persahabatan, ia belajar
menemukan cinta dalam kehidupan
18.
Jika anak dibesarkan dengan ketenteraman, ia belajar
berdamai dengan pikiran.
Itulah, anak belajar dari apa yang ia lihat, dengar, dan rasakan.
Terutama dari lingkungan keluarga. Karena sebagian besar waktu anak yaitu waktu
ia berada di rumah. Tapi anak-anak pasti memiliki waktu bermain, di sanalah
anak belajar untuk bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat. Sepulang
sekolah hingga sore menjelang, biasanya anak-anak akan berkumpul bersama teman
sebaya yang tinggal di sekitar tempat tinggalnya. Teman sebaya tersebut
tentunya memiliki karakter yang berbeda dengan anak tersebut. Tetapi karena
intensitas pertemuan mereka tinggi, anak akan mulai menyesuaikan diri dan lama
kelamaan akan terbawa dengan karakter temannya.
Teman sebaya itu bisa membawa dampak negatif maupun positif. Saya terlebih dahulu akan membahas dampak
negatifnya. Umpamanya saja si Amin mempunyai teman sebaya, Rino, yang hobinya
bermain berjam-jam di tempat penyewaan Playstation
maupun bermain di Warnet, mungkin pada awalnya Amin tidak suka, tetapi karena
Rino terus mengajak dan membujuknya untuk ikut, lama kelamaan Amin menjadi
penasaran hingga mau menemani Rino, Amin yang tadinya hanya menemani akhirnya
penasaran untuk mencoba, kemudian setelah menemukan kesenangan, Amin akan
menjadi terbiasa bermain bersama Rino di tempat-tempat seperti itu (Warnet,
Penyewaan Playstation, dsb). Dengan demikian Amin belajar menjadi anak yang
seperti Rino, hobinya bermain hingga kadang lupa belajar dan mulai tertinggal
pelajaran di sekolah.
Bermain bagi anak memang penting, selain untuk membiasakan anak untuk
bersosialisasi dengan teman sebayanya, juga untuk memperoleh kesenangan dan
sebagai sarana pembelajaran. Tapi waktu bermain bersama teman sebaya jangan
terlalu berlebihan, karena terlalu banyak bermainpun tidak baik bagi
perkembangan anak. Apalagi bila bermainnya untuk hal yang tidak jelas, terlalu
banyak bermain di depan computer maupun televise (playstation) dapat
mengakibatkan kerusakan pada mata, dan banyak kasus anak yang telah terbiasa
bermain lupa akan kewajibannya sebagai pelajar, dan bahkan ada yang sampai drop out dari sekolah akibat malas dan
ingin terus bermain-main saja.
Tidak sampai di sana ,
di lingkungan sekolah, Amin berteman dengan Faisal, Faisal merupakan anak yang
badung, sering berjalan-jalan bahkan ketika ada guru, suka mengganggu temannya
dan sebagainya. Amin yang tadinya pendiampun lama kelamaan akan terbawa,
apalagi bila mereka berteman dekat, anak akan mudah meniru tingkah laku orang
lain. Sehingga ketika dalam proses belajar mengajar, Amin akan meladeni Faisal
yang mengajaknya bercakap-cakap atau bermain dan menjahili temannya. Begitulah
teman, amat mempengaruhi perkembangan belajar seorang anak. Apabila seorang
anak berteman dengan anak yang memiliki perilaku negative, kemungkinan anak
tersebut akan belajar untuk berperilaku negative pula alias “tertular”. Tapi
itu semua juga tergantung pada didikan orang tua dan guru yang membimbingnya,
bisa saja anak tersebut tidak terpengaruh, tapi saya rasa sebagian besar akan
terpengaruh, karena apa yang mereka, lakukan merupakan suatu kesenangan
tersendiri yang kadang tidak dapat kita mengerti.
Nah, sekarang saya akan membahas mengenai dampak
positif yang dapat ditularkan oleh teman sebaya. Ketika seorang anak memiliki
teman sebaya yang rajin, pintar, senang membantu, menghormati orang tua dan
lain sebagainya, peranggainya baik, ketika mereka bermain bersama, lama
kelamaan akan terpengaruh dan terbawa. Anak yang berperilaku baik akan menyebabkan
perubahan sikap pada temannya.
Kita ambil contoh si Amin tadi, di
lingkungan sekolah, dia berteman dengan Rizqi yang pintar dan rajin, kemudian
di lingkungan masyarakat sehari-hari dia bermain lagi dengan Rizqi, berhubung
Rizqi ini anak baik, maka Rizqi akan membawa pengaruh baik pula pada Amin. Amin
yang tadinya gemar bermain dapat berubah karena Rizqi mengajaknya untuk bermain
bersama,ternyata bermain bagi Rizqi adalah mempelajari materi pelajaran yang
tadi dipelajari di sekolah maupun mempelajari materi yang akan dipelajari.
Mereka jadi terbiasa untuk “bermain” (belajar) bersama.
Lambat laun, kebiasaan bermain bersama ini
membawa dampak positif bagi Amin, karena ia terus menerus belajar, maka ia akan
tumbuh menjadi anak yang rajin dan pintar. Begitulah peranan teman sebaya yang
baik, semakin banyak teman yang berperilaku baik maka perilaku kitapun akan
menjadi baik. Karena bukan hanya kebiasaan buruk yang mudah menular, perbuatan
baikpun akan mudah masuk ke perilaku anak.
Anak banyak belajar dari lingkungannya,
apa yang anak lihat, apa yang menarik perhatian mereka, hal-hal yang mereka
rasakan dan lakukan akan berpengaruh pada kepribadian mereka. Dalam
pergaulannya, terkadang ada anak yang hanya mau berteman dengan satu orang
saja, hal ini tidak bagus untuk
perkembangan sosial anak, karena pada masa kanak-kanak mereka banyak
menghabiskan waktu untuk bermain bersama teman sebayanya.
Bagaimanapun teman sebaya adalah orang
yang selalu ada di samping mereka, jadi baik atau tidaknya seseorang bias
dilihat dari “siapa orang yang bergaul bersama mereka”. Seperti kata pepatah
“orang yang dekat dengan tukang las, akan terkena percikan api, sementara orang
yang berteman dengan penjual minyak wangi, akan tercium aroma wanginya”.
Seperti yang tertulis sebelumnya, anak
yang belajar dari lingkungannya, termasuk di dalamnya adalah teman sebaya yang
memegang peranan penting terhadap perilaku anak, karena bisa saja di rumah
sudah dididik dengan baik oleh orang tua, tapi perilaku anak di luar rumah
menjadi buruk akibat pengaruh teman sebayanya. Dan suatu ketika bisa saja
perilaku anak itu membaik akibat bergaul dengan teman sebaya yang mengajaknya
ke arah kebaikan.
Yang dimaksud dengan belajar bukan hanya
menggunakan alat tulis, bukan hanya mendengarkan dan mengerjakan tugas dari
guru di sekolah. Tetapi juga pembelajaran yang dapat kita temui dalam kehidupan
sehari-hari. Seperti cara bergaul dalam masyarakat, menghormati orang lain,
sopan santun, dan lain sebagainya. Hal itu tidakanak temui di sekolah, tetapi
lingkunganlah yang membelajarkan anak, seperti yang telah saya bahas
sebelumnya, anak belajar dari lingkungan keluarga, yaitu menurut didikan orang
tua, dan lingkungan masyarakat, serta lingkungan sekolah.
Semakin sering anak bergaul dengan anak
yang badung, maka perilaku anak tersebut akan terpengaruh oleh teman sebayanya,
begitupula dengan anak yang bergaul dengan anak yang baik, maka perilakunya
akan membaik seperti kawan sebayanya. Pembelajaran yang akan diperoleh anak tergantung
pada teman sebaya yang menemaninya, anak akan tertular perilaku temannya yang
rajin maupun malas, semakin banyak anak bermain atau belajar bersama, maka
semakin banyak pembelajaran yang dapat diambil.
Anak yang menghabiskan waktu dengan teman
sebayanya untuk bermain, akan mengembangkan cara untuk bergaul satu sama lain,
belajar untuk setia kawan, belajar untuk toleransi, saling menjaga, saling
berbagi dan mengerti. Baik teman sebayanya mengajak ke hal positif maupun
negative. Karena pada dasarnya anak merasa nyaman bergaul dengan teman
sebayanya tesebut. Apalagi bila teman sebayanya tersebut merupakan anak yang
rajin,baik, sopan dan santun, maka dapat saling mengingatkan,saling mengerti
satu sama lain dan saling membantu. Hal ini merupakan pembelajaran yang penting
bagi anak, karena kecerdasan seseorang tidak hanya ditentukan dengan nilai yang
bersifat nominal, justru mengembangkan karakter tidak dapat diukur dengan
angka. Di sini anak belajar untuk menemukan apa sebenarnya yang sesuai dengan
dirinya, apa yang sebenarnya ia mau, apa yang ia harapkan dari dirinya maupun
orang lain. Ini merupakan pembelajaran yang sesungguhnya dan terjadi secara
langsung.
Kesimpulan
saya, belajar tidak hanya di dalam sekolah ataupun di tempat-tempat
bimbingan belajar, anak juga belajar banyak hal dari teman sebayanya, anak akan
belajar untuk saling memahami, melengkapi, dan membantu. Apalagi bila teman
sebayanya memiliki perilaku yang baik, hal ini akan sangat mempengaruhi
perilaku anak, anak akan tertular sikap baik dan rajinnya, sehingga dapat
memperoleh prestasi yang bagus di sekolah. Begitupula yang akan terjadi bila
anak nergaul dengan teman sebaya yang memiliki perilaku tidak baik, anak akan
belajar bagaimana cara mengganggu teman, bagaimana menjadi trouble maker, dan lain sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar