PENGARUH KARYA SASTRA PUISI ANAK TERHADAP
PERKEMBANGAN KARAKTER SISWA KELAS 3A
di SDN BABAKAN 04
Parlina
Susi Siswanti
0901045317
VF
PENDIDIKAN
GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Akhir-akhir ini, pendidikan karakter banyak dan
sering menjadi pembahasan berbagai kalangan, terutama kalangan pendidikan. Hal
ini terdorong oleh adanya fakta bahwa siswa sebagai produk pendidikan belum
kuat secara kemanusiaan, serta kepribadiannya masih lemah sehingga mudah
terpengaruh oleh hal-hal dari luar. Selain itu, semangat untuk belajar,
berdisiplin, beretika, bekerja keras, dan sebagainya kian menurun. Peserta
didik banyak yang tidak siap untuk menghadapi kehidupan sehingga dengan mudah
meniru budaya luar yang negatif, terlibat di dalam amuk massa, melakukan
kekerasan di sekolah atau kampus, dan sebagainya. Meningkatnya kemiskinan,
menjamurnya budaya korupsi, munculnya plagiatisme, menguatnya politik uang,
dan sebagainya merupakan cerminan dari kehidupan yang tidak berkarakter kuat
untuk menuju bangsa yang berperadaban maju.
Kemajuan zaman menuntut berbagai macam
kebutuhan-kebutuhan, kebutuhan yang dituntut pada hakikatnya didasarkan dua
jenis perkembangan, yaitu perkembangan individu dan perkembangan kelompok
(Moody, 1971). Pendidikan mempunyai peran penting dalam pemenuhan kebutuhan
tersebut. Pendidikan di
sekolah perlu memberi perhatian cukup besar pada penanaman nilai-nilai positif
atau humanistik untuk melahirkan manusia berkualitas etis. Untuk itu, kurikulum
yang diberlakukan di institusi sekolah hendaknya tidak hanya menyangkut
pengembangan kemampuan intelektual, tetapi juga yang menggugah afeksi, yakni
mentalitas dan kepekaan terhadap nilai-nilai humanistik.
Pendidikan yang ada selama ini dianggap gagal dalam
membentuk karakter siswa. Selama ini pendidikan hanya berorientasi pada
angka/nilai semata. Padahal, dalam UU Sisdiknas tahun 2003, Bab II, pasal 3,
jelas disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
B.
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi masalah yang timbul, antara
lain:
1.
Apakah yang dimaksud dengan
Perkembangan?
2.
Apakah yang dimaksud dengan karakter ?
3.
Bagaimana cara mengembangkan karakter
peserta didik?
4.
Apakah yang dimaksud dengan sastra anak?
5.
Apakah yang dimaksud dengan puisi?
6.
Bagaimana hubungan antara karya sastra puisi
anak dengan perkembangan karakter peserta didik?
7.
Bagaimana cara guru untuk memanfaatkan
karya sastra anak dalam mengembangkan karakter peserta didik?
C. Pembatasan Masalah
Karena
keterbatasan waktu penelitian dan luasnya permasalahan yang ada, maka peneliti
membatasi ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti agar pembahasan masalah
lebih terarah dan terfokus pada masalah pokok. Berdasarkan pertimbangan itu
maka permasalahan yang akan diteliti dibatasi pada “ Pengaruh karya sastra
puisi anak terhadap perkembangan karakter siswa kelas 3A di SDN Babakan 04. ’’.
D.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
dan identifikasi masalah maka peneliti merumuskan masalah untuk lebih
memfokuskan penelitian ini kearah yang lebih jelas. Secara lebih spesifik
masalah yang diteliti adalah “ Apakah ada pengaruh karya sastra puisi anak terhadap perkembangan
karakter siswa kelas 3A di SDN Babakan 04. ˮ.
E.
Tujuan
Penelitian
Tujuan peneliti yang hendak dicapai
dalam penelitian adalah ingin mendapatkan data secara empiris dengan melihat
apakah benar karya sastra puisi anak dapat mengembangkan karakter siswa kelas
3A di SDN Babakan 04.
F.
Manfaat
Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat :
1.
Kegunaan penulisan bagi penulis adalah
untuk menambah wawasan dan pengalaman.
2.
Bagi guru, sebagai referensi bahwa karya
sastra dapat dimanfaatkan untuk pengembangan karakter peserta didik.
3.
Bagi peserta didik, semoga dapat
meningkatkan minat baca terhadap karya sastra anak dan membantu mengembangkan
karakter anak.
BAB
II
KAJIAN
TEORI
A.
Kajian
Teori
1.
Pengertian dan Prinsip-Prinsip Perkembangan
Perkembangan
dapat diartikan sebagai “perubahan progresif yang kontinyu (berkesinambungan)
dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati” (The progressive and continous change in the organism from birth to
death). Pengertian lain dari perkembangan adalah “perubahan-perubahan yang
dialami individu atau organism menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya
(maturation) yang berlangsung secara
sistematis[1],
progresif[2],
dan berkesinambungan[3],
baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah)”.
Prinsip-prinsip
perkembangan diantaranya :
a. Perkembangan
merupakan proses yang tidak pernah berhenti (never ending process)
b. Semua
aspek perkembangan saling mempengaruhi
c. Perkembangan
itu mengikuti pola atau arah tertentu
d. Perkembangan
terjadi pada tempo yang berlainan
e. Setiap
fase perkembangan mempunyai cirri khas, dan
f. Setiap
individu yang normal akan mengalami tahapan/fase perkembangan. [4]
2.
Pengertian
Karakter
Kata karakter berasal dari kata Yunani, charassein, yang
berarti mengukir sehingga terbentuk sebuah pola. Mempunyai akhlak mulia adalah tida secara
otomatis dimiliki oleh setiap manusia begitu ia dilahirkan, tetapi memerlukan
proses panjang melalui pengasuhan dan pendidian (proses”pengukiran”). Dalam
istilah arab karakter ini mirip dengan ahklah ( akar kata dari khuluk), yaitu
tabiat atau kebiasaan melakukan hal yang baik. Al Ghazali menggambarkan bahwa
akhlak adalah tingkah laku seseorang yang berasal dari hati yang baik. Oleh
karena itu pendidikan karakter adalah usaha aktif untu membentuk kebiasaan bai
(habit), sehingga sifat anak sudah terukir sejak kecil. Tuhan menurunkan
petunjuk melalui para Nabi dan Rasul-Nya untuk manusia agar senantiasa
berperilaku sesuai dengan yang diinginkan Tuhan sebagai wakil Tuhan di muka
bumi ini.
Karakter didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai
pihak. Karakter menurut Depdikbud adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti,
perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter
adalah “berkepribadian,
berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Ada juga yang menyebutkan
karakter sebagai penilaian subjektif terhadap kualitas moral dan mental,
sementara yang lainnya menyebutkan karakter sebagai penilaian subjektif
terhadap kualitas mental saja, sehingga upaya merubah atau membentuk karakter
hanya berkaitan dengan stimulasi terhadap intelektual seseorang
(encyclopedia.thefreedictionary.com, 2004). Sedangkan menurut Megawangi (2003),
kualitas karakter meliputi sembilan pilar, yaitu (1) Cinta Tuhan dan segenap
ciptaan-Nya; (2) Tanggung jawab, Disiplin dan Mandiri; (3) Jujur/amanah dan
Arif; (4) Hormat dan Santun; (5) Dermawan, Suka menolong, dan Gotong-royong;
(6) Percaya diri, Kreatif dan Pekerja keras; (7) Kepemimpinan dan adil; (8)
Baik dan rendah hati; (9) Toleran, cinta damai dan kesatuan. Orang yang memiliki
karakter baik adalah orang yang memiliki kesembilan pilar karakter tersebut.
Karakter, seperti juga kualitas diri yang lainnya, tidak berkembang dengan sendirinya. Perkembangan karakter pada setiap individu dipengaruhi oleh faktor bawaan (nature) dan faktor lingkungan (nurture). Menurut Confusius seorang filsuf terkenal Cina dalam Megawangi (2003) menyatakan bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi mencintai kebajikan, namun bila potensi ini tidak diikuti dengan pendidikan dan sosialisasi setelah manusia dilahirkan, maka manusia dapat berubah menjadi binatang, bahkan lebih buruk lagi. Oleh karena itu, sosialisasi dan pendidikan anak yang berkaitan dengan nilai-nilai kebajikan – baik di keluarga, sekolah, maupun lingkungan yang lebih luas sangat penting dalam pembentukan karakter seorang anak. Sebagaimana menurut Piaget dalam Pateda (1988) dalam usahanya mencari hubungan antara bahasa dan pikiran anak, mengemukakan pendapat bahwa perkembangan bahasa dan penggunaannya oleh anak tercermin dalam perkembangan mentalnya. Persepsi anak dan lingkungan sosialnya memegang peranan penting dalam kehidupan anak. Lingkungan sekitar yang memprogram bagaiman selanjutnya sang anak. [5]
Karakter, seperti juga kualitas diri yang lainnya, tidak berkembang dengan sendirinya. Perkembangan karakter pada setiap individu dipengaruhi oleh faktor bawaan (nature) dan faktor lingkungan (nurture). Menurut Confusius seorang filsuf terkenal Cina dalam Megawangi (2003) menyatakan bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi mencintai kebajikan, namun bila potensi ini tidak diikuti dengan pendidikan dan sosialisasi setelah manusia dilahirkan, maka manusia dapat berubah menjadi binatang, bahkan lebih buruk lagi. Oleh karena itu, sosialisasi dan pendidikan anak yang berkaitan dengan nilai-nilai kebajikan – baik di keluarga, sekolah, maupun lingkungan yang lebih luas sangat penting dalam pembentukan karakter seorang anak. Sebagaimana menurut Piaget dalam Pateda (1988) dalam usahanya mencari hubungan antara bahasa dan pikiran anak, mengemukakan pendapat bahwa perkembangan bahasa dan penggunaannya oleh anak tercermin dalam perkembangan mentalnya. Persepsi anak dan lingkungan sosialnya memegang peranan penting dalam kehidupan anak. Lingkungan sekitar yang memprogram bagaiman selanjutnya sang anak. [5]
Terbentuknya karakter (kepribadian) manusia ditentukan oleh
2 faktor, yaitu (1) nature (faktor alami atau fitrah), (2) nurture
(sosialisasi dan pendidikan). Pengaruh nature. Agama mengajaran bahwa
setiap manusia mempunyai kecenderungan (fitrah) untuk mencintai kebaikan. Namun
fitrah ini adalah bersifat potensial, atau belum termanisfestasi ketika anak
dilahirkan. Confucius, seorang filsuf dari Cina pada abad V SM juga menyatakan
bahwa walaupun manusia mempunyai fitrah kebaikan, namun tanpa diikuti dengan
intruksi (pendidikan dan sosialisasi), manusia dapat berubah menjadi binatang, bahkan lebih
buruk lagi ( Brooks dan Goble, 1997)
3.
Pengembangan
Karakter
Karakter
merupakan sesuatu yang menunjukkan apakah seseorang konsekuen dalam mematuhi
etika perilaku, konsisten atau teguh tidaknya dalam memegang pendirian atau
pendapat. Beberapa factor yang mempengaruhinya diantaranya adalah:
a. Fisik.
Factor fisik yang dianggap mempengaruhi perkembangan karakter adalah postur
tubuh, kecantikan, kesehatan, keutuhan tubuh, dan keberfungsian organ tubuh.
b. Intelijensi.
Intelijensi individu dapat mempengaruhi, karena individu yang intelijensinya
tinggi atau normal, dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan secara wajar,
sedangkan yang rendah, biasanya sering mengalami hambatan atau kendala dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan.
c. Keluarga.
Suasana atau iklim keluarga sangatlah menentukan, bila anak berada dalam
keluarga yang baik dan harmonis maka kepribadiannya akan baik, sebaliknya
apabila lingkungan keluarga tidak harmonis atau biasa disebut “broken home”
perilaku anak dapat saja menyimpang.
d. Teman
sebaya. Setelah masuk sekolah, anak akan bergaul dengan teman sebayanya, nah,
teman sebaya tersebut bias saja memberi pengaruh negative maupun positif.
e. Kebudayaan.
Pengaruh kebudayaan dapat dilihat dari perbedaan antara masyarakat modern (yang
sudah maju khususnya IPTEK) dengan masyarakat primitive (yang relative
sederhana), seperti cara makan, berpakaian, hubungan interpersonal, atau cara
memandang waktu.
4.
Definisi
Sastra
Sastra (Sansekerta शास्त्र, shastra)
merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta śāstra, yang berarti “teks yang
mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar śās- yang berarti
“instruksi” atau “ajaran”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan
untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki
arti atau keindahan tertentu. Tetapi kata “sastra” bisa pula merujuk kepada
semua jenis tulisan, apakah ini indah atau tidak.
Selain itu dalam
arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan
(sastra oral). Di sini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi
dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau
pemikiran tertentu. Biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau
bahasa.[6]
Berikut merupakan
pengertian sastra menurut para ahli :
a. Fananie
(2000)
“ Bahwa sastra adalah karya fiksi yang merupakan
hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan
kemampuan aspek keindahan yang baik yang didasarkan aspek kebahasaan maupun
aspek makna”.
b.
Semi ( 1984 : 8)
“ Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan semi kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahas sebagai mediumnya “.
“ Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan semi kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahas sebagai mediumnya “.
c.
Teeuw ( 1984 : 23)
“ Kata satra dalam bahasa Indonesia berasal dari
bahas Sansekerta akar kata Sas-, dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan,
mengajar, memberikan petunjuk atau instruksi. Akhiran kata tra- biasanya
menunjukkan alat, suasana. Maka dari sastra dapat berarti, alat untuk mengajar,
buku petunjuk, buku instruksi dan pengajaran; misalnya silpasastra, buku
arsitektur, kemasastraan, buku petunjuk mengenai seni cerita. Awalan su-
berarti baik, indah sehingga susastra dapat dibandingkan dengan berbagai belles
letter”.
Kutipan di atas menyatakan, sastra diartikan sebagai alat untuk mengajar, memberi instruksi dan petunjuk kepada pembaca.
Kutipan di atas menyatakan, sastra diartikan sebagai alat untuk mengajar, memberi instruksi dan petunjuk kepada pembaca.
d.
Wellek dan Warren ( 1987 : 3 ) mengatakan bahwa
sastra adalah suatu kajian kreatif, sebuah karya seni.
e.
Damono ( 1984 : 10) mengatakan bahwa lembaga
sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium : bahasa itu sendiri merupakan
ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu adalah
merupakan suatu kenyataan sosial.
Dari
keseluruhan defenisi sastra di atas, adalah berdasarkan persepsi masing-masing
pribadi dan sifatnya deskriptif, pendapat itu berbeda satu sama lain.
Masing-masing ahli merupakan aspek-aspek tertentu, namun yang jelas defenisi
tersebut dikemukakan dengan prinsip yang sama yaitu manusia dan lingkungan.
Manusia menggunakan seni sebagai pengungkapan segi-segi kehidupan. Ini suatu
kreatifitas manusia yang mampu yang mampu menyajikan pemikiran dan pengalaman
hidup dengan bentuk seni sastra.
Dari
beberapa batasan yang diuraikan di atas dapat disebut beberapa unsur batasan
yang selalu disebut untuk unsur-unsur itu adalah isi sastra berupa pikiran,
perasaan, pengalaman, ide-ide, semangat kepercayaan dan lain-lain. Ekspresi
atau ungkapan adalah upaya untuk mengeluarkan sesuatu dalam diri manusia.
Bentuk diri manusia dapat diekspresikan keluar, dalam berbagai bentuk, sebab
tampa bentuk tidak akan mungkin isi tadi disampaikan pada orang lain. Ciri khas
penggungkapan bentuk pada sastra adalah bahasa. Bahasa adalah bahan utama untuk
mewujudkan ungkapan pribadi di dalam suatu bentuk yang indah.[7]
Secara urutan waktu
maka sastra Indonesia terbagi atas beberapa angkatan:
·
Pujangga
Lama
·
Sastra
“Melayu Lama”
·
Angkatan
Balai Pustaka
·
Pujangga
Baru
·
Angkatan
’45
·
Angkatan
50-an
·
Angkatan
66-70-an
·
Dasawarsa
80-an
·
Angkatan
Reformasi
5.
Pengertian,
Sifat, dan Hakikat Sastra Anak
Dalam
kehidupan sehari-hari, sering kita dengar orang menyebutkan atau mengucapkan
kata “sastra anak”, “cerita anak” atau “bacaan anak”. Namun kenyataannya, istilah
sastra anakdalam beberapa kamus istilah sastra, seperti Kamus Istilah Sastra (Panuti Sudjiman, 1990: 71-72) dan Kamus Istilah Sastra (Abdul Rozak
Zaidan, et al. 1994: 181-184), tidak ditemukan lema itu. Demikian juga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988:
786-787) atau Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia Besar (Kamisa, 1997: 473) pun tidak kita temukan lema atau
sublema “Sastra Anak”. Lalu kita bertanya-tanya: apa pengertian dari sastra
anak itu?
Kata
“sastra anak” merupakan dua patah kata yang dirangkaikan menjadi satu kata
sebut, yaitu dari kata sastra dan kata anak. Kata sastra berarti ‘karya seni
imajinatif dengan unsur estetisnya dominan yang bermediumkan bahasa’ (Rene
Wellek, 1989). Karya seni imajinatif yang bermedium bahasa itu dapat dalam
bentuk tertulis ataupun dalam bentuk lisan. Sementara itu, kata anak di sini diartikan sebagai ‘manusia yang masih kecil’ (KBBI, 1988:
31) atau ‘bocah’ (KBBI, 1988: 123).
Tentu pengertian anak yang dimaksud di sini bukan anak balita dan bukan pula
anak remaja, melainkan anak yang masih berumur antara 6-13 tahun, usia anak
sekolah dasar. Jadi, secara sederhana istilah sastra anak dapat diartikan
sebagai ‘karya seni yang imajinatif
dengan unsur estetisnya dominan yang bermediumkan bahasa, baik lisan ataupun
tertulis, yang secara khusus dapat dipahami oleh anak-anak dan berisi tentang
dunia yang akrab dengan anak-anak’.
Sementara
itu, Riris K. Toha Sarumpaet (1976: 21) menyatakan bahwa sastra anak adalah karya sastra yang dikonsumsi anak dan diurus serta
dikerjakan oleh orang tua. Pendek kata, sastra anak ditulis oleh orang tua
untuk anak. Orang tua jugalah yang mengedit, mengilustrasi, mencetak,
menerbitkan, mendistribusikan, memilihkannya di rumah atau di sekolah, sering
kali membacakannya, dan sesekali membicarakannya. Orang dewasa pulalah yang
membimbing anak dalah memilih dan mengusahakan bacaan yang baik bagi anak.
Sebenarnya
tidak semua sastra anak itu dibuat oleh orang tua. Penulisan sastra anak dapat
juga dilakukan oleh anak-anak itu sendiri, misalnya anak yang sudah berumur
sepuluh atau sebelah tahun ke atas, sudah dapat membuat puisi atau catatan
harian pada majalah Bobo.
Sifat
dan hakikat sastra anak harus sesuai dengan dunia dan alam kehidupan anak-anak
yang khas milik mereka dan bukan milik orang dewasa. Sifat sastra anak-anak
lebih menonjolkan unsur fantasi. Sifat fantasi ini terwujud dalam eksplorasi
dari yang serba mungkin dalam sastra anak. Anak-anak menganggap segala sesuatu,
baik benda hidup maupun benda mati, itu berjiwa dan bernyawa, seperti diri
mereka sendiri. Segala sesuatu itu masing-masing dianggap memiliki imbauan dan
nilai tertentu. Di situlah letak kekhasan hakikat sastra anak, yaitu bertumpu
dan bermula pada penyajian nilai dan imbauan tetentu yang dianggap sebagai
pedoman tingkah laku dalam alam kehidupan mereka (Sarumpaet, 1976: 29).[8]
6.
Pengajaran
Sastra
Sastra,
selain fungsinya sebagai penunjang mata pelajaran yang lain sehingga pendidikan
benar-benar merupakan suatu kebulatan dalam memajukan individu secara harmonis
menjadi a fully functioning person
(Amien, 1980), pengajaran sastra juga mempunyai fungsi ideologis, fungsi cultural, dan fungsi praktis (Sarwadi, 1971). Fungsi ideologis merupakan fungsi
utama, yaitu sebagai salah satu sarana Pembina jiwa Pancasila. Fungsi cultural
pengajaran sastra ialah memindahkan kebudayaan milik suatu generasi kepada
generasi berikutnya. Sastra sebagai suatu materi kebudayaan diajarkan agar
dapat dimiliki dan dikembangkan oleh generasi berikutnya. Oleh karena itu,
pelaksanaan pengajaran sastra hendaknya tidak bersifat pasif verbalistis, akan tetapi dinamis
kreatif. Fungsi praktis mencakup pengertian bahwa pengajaran sastra
mempunyai fungsi membekali bahan-bahan yang mungkin berguna untuk melanjutkan
studi ataupun bekal terjun di tengah kancah masyarakat.[9]
7.
Karya
Sastra : Puisi
Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal
dari poesis yang artinya berati penciptaan. Dalam
bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah
poetry yang
erat dengan –poet dan -poem. Mengenai
kata poet, Coulter
(dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti
membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang yang mencipta melalui
imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka
kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang
sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran
yang tersembunyi.
Shahnon
Ahmad (dalam Pradopo, 1993:6) mengumpulkan definisi puisi yang pada umumnya
dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris sebagai berikut.
(1) Samuel
Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam
susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara
sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur
lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
(2) Carlyle
mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair
menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam
puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian
bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.
(3) Wordsworth
mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu
perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi
itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
(4) Dunton
berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret
dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan kiasan,
dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris,
pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan,
serta berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut
secara teratur).
(5) Shelley
mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam
hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan
menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak,
percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai.
Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.
Dari
definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun
tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:7) menyimpulkan
bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang puisi itu
sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide, nada,
irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan
yang bercampur-baur.[10]
8.
Puisi
Anak
Puisi
adalah seni tertulis yang menggunakan bahasa untuk tambahan kualitas estetiknya
atau selain arti semantiknya. Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan
penggunaan rima adalah yang membedakan puisi dari prosa. Namun perbedaan ini
masih diperdebatkan. Beberapa ahli modern memiliki pendekatan dengan
mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis literatur tapi sebagai perwujudan
imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas. Baris-baris pada
puisi dapat berbentuk apa saja (melingkar, zigzag, dll). Hal tersebut merupakan
salah satu cara penulis untuk menunjukkan pemikirannnya.
Puisi
kadang-kadang juga hanya berisi satu kata/suku kata yang terus diulang-ulang.
Bagi pembaca hal tersebut mungkin membuat puisi tersebut menjadi tidak
dimengerti. Tapi penulis selalu memiliki alasan untuk segala ‘keanehan’ yang
diciptakannya. Tak ada yang membatasi keinginan penulis dalam menciptakan
sebuah puisi. Ada beberapa perbedaan antara puisi lama dan puisi baru Namun
beberapa kasus mengenai puisi modern atau puisi cyber belakangan ini makin
memprihatinkan jika ditilik dari pokok dan kaidah puisi itu sendiri yaitu
‘pemadatan kata’. kebanyakan penyair aktif sekarang baik pemula ataupun bukan
lebih mementingkan gaya bahasa dan bukan pada pokok puisi tersebut. mereka
enggan atau tak mau untuk melihat kaidah awal puisi tersebut. (http://id.wikipedia.org/wiki/puisi).
Anak-anak—secara psikologis—sering diibaratkan sebagai lembaran kertas yang putih bersih tanpa noda. Berdasarkan asumsi ini, banyak puisi-puisi yang dibuat oleh para penyair dewasa, dengan tujuan untuk memperkenalkan anak-anak pada puisi yang puitis, “puisi yang benar-benar puisi”. Dalam hal ini, bantuan dan bimbingan guru untuk menuntun anak memasuki wilayah “puisi yang benar-benar puisi” jelas sangat diperlukan.
Anak-anak—secara psikologis—sering diibaratkan sebagai lembaran kertas yang putih bersih tanpa noda. Berdasarkan asumsi ini, banyak puisi-puisi yang dibuat oleh para penyair dewasa, dengan tujuan untuk memperkenalkan anak-anak pada puisi yang puitis, “puisi yang benar-benar puisi”. Dalam hal ini, bantuan dan bimbingan guru untuk menuntun anak memasuki wilayah “puisi yang benar-benar puisi” jelas sangat diperlukan.
Sebutan “puisi
yang benar-benar puisi” sesungguhnya berangkat dari “puisi yang tampaknya saja
puisi”, artinya secara visual memang menampakkan wujud puisi tetapi tidak
puitis. Puisi yang ditulis anak-anak, agaknya, banyak yang tergolong demikian,
meskipun kita barangkali perlu menyadari bahwa anak-anak itu baru mencoba-coba
menulis puisi, baru belajar menjadi penyair. Karena sedikit sekali puisi yang
ditulis anak-anak yang dikatakan puitis.
Kelemahan yang umum terdapat dalam puisi yang
ditulis anak-anak adalah biasanya berupa pemilihan kata yang tidak tepat dan
ketidakmampuan dalam membangun dan menghadirkan imaji.
Seperti yang kita ketahui, musik / lagu (lirik lagu
adalah puisi yang dinyanyikan) bisa memberikan efek yang sangat dalam bagi
pendengarnya. Bahkan kabar terkini yang telah kita ketahui bersama, bayi dalam
kandungan pun bisa dipengaruhi dengan lagu yang diputar dekat dengan perut
ibunya. Dengan dasar ini pendidik bisa menggunakan lagu-lagu dan musik
(musikalisasi puisi) untuk mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam benak
peserta didik.[11]
9.
Manfaat
Karya Sastra Anak
Karya sastra anak setidaknya mempunyai
lima manfaat bagi kehidupan, yaitu manfaat :
a. Estetika.
Manfaat estetis dalam sastra anak adalah manfaat tentang keindahan yang
melekat, keindahan tersebut mampu memberi hiburan, kepuasan, kenikmatan, dan
kebahagiaan bathin ketika dibaca atau didengar.
b. Mendidik,
artinya memelihara dan memberi latihan (ajaran) mengenai akhlak, budi pekerti,
dan kecerdasan pikir. Manfaat pendidikan pada karya sastra adalah member
berbagai informasi mengenai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan
latihan.
c. Peka,
artinya mudah terasa, mudah tersentuh, mudah tergerak, tidak lalai, dan tajam
menerima atau meneruskan pengaruh dari luar. Manfaatnya untuk selalu mengasah bathin
agar mudah tersentuh oleh hal-hal yang bersifat bathiniah maupun social.
d. Wawasan,
artinya hasil mewawas, tinjauan atau pandangan. Manfaatnya untuk memberi
tambahan informasi, pengetahuan, pengalaman hidup, dan pandangan-pandangan
mengenai hidup.
e. Manfaat
pengembangan kejiwaan dan kepribadian, yaitu mampu memperhalus budi pekerti.
B.
Kerangka
Berpikir
Pendidikan
karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran.
Tak terkecuali pelajaran sastra, materi pembelajaran yang berkaitan dengan
norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan,
dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari.
Sastra,
agaknya bisa menjadi media strategis untuk mewujudkan tujuan mulia itu. Melalui
karya sastra, anak-anak sejak dini bisa melakukan olah rasa, olah batin, dan
olah budi secara intens sehingga secara tidak langsung anak-anak memiliki
perilaku dan kebiasaan positif melalui proses apresiasi dan berkreasi melalui
sastra.
Sejatinya
sastra bisa digunakan sebagai media penyampaian pendidikan karakter kepada
peserta didik. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya
pada tataran kognitif saja, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan
nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Tentu saja,
langkah visioner semacam ini tak akan banyak maknanya jika tidak diimbangi dan
dukungan penuh dari berbagai kalangan secara intensif menginternalisasi
pendidikan berbasis karakter dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.
C. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan
masalah yang ada dan didukung oleh kajian teori, serta didukung oleh kerangkan
berpikir maka penelitian ini diajukan hipotesis penelitian yang merupakan
jawaban sementara dari permasalahan yang ada.
Adapun
hipotesis tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: “ Terdapat Pengaruh Karya
Sastra Puisi Anak Terhadap Perkembangan Karakter Siswa Kelas 3A di SDN Babakan
04. “
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
A.
Waktu
dan Tempat
Waktu dan tempat
penelitian yang peneliti lakukan adalah selama 8 minggu sejak tanggal 18 Juli hingga 15 Agustus, di SDN
Babakan 04, Kp. Rawajamun Desa Dayeuh Kecamatan Cileungsi Kabupaten Bogor
16820.
B.
Metodologi
Metodologi atau
jenis penelitian yang peneliti lakukan adalah kualitatif. Peneliti akan
melakukan observasi untuk melihat secara langsung keadaan di sekolah tersebut,
kemudian melakukan wawancara dengan guru dan pihak bersangkutan untuk
memperoleh informasi lebih dalam. Kemudian peneliti akan mencantumkan beberapa
foto dokumentasi yang diperoleh selama melakukan penelitian.
C.
Populasi
dan Sample
Populasi adalah himpunan individu atau objek
yang banyaknya terbatas atau tidak terbatas (Moh. Pabundu Tika, 2005:24).
Sampel adalah sebagian dari objek atau individu – individu yang
mewakili suatu populasi (Moh. Pabundu Tika, 2005:24).
Jumlah populasi siswa di kelas 3A
ada 40 siswa, yaitu:
Abdul
|
Abu
|
Adinda
|
Alif
|
Sekar
|
Sandi
|
Fadila
|
Farhan
|
Rino
|
Damar
|
Dhea
|
Sahara
|
Cindy
|
Sindi
|
Riza
|
Rizal
|
Faisal
|
Firman
|
Sintia
|
Helsa
|
Happy
|
Nadya
|
Mulyani
|
Siska
|
Amel
|
Silvia
|
Jihan
|
Vingky
|
Harun
|
Rizki
|
Sigit
|
Dimas
|
Oman
|
Farid
|
Alfina
|
Tari
|
Siti
|
Putri
|
Irpan
|
Rosi
|
tetapi peneliti akan memilih 20 sample dengan
sistem acak atau random.
D.
Definisi
Operasional
Definisi operasional merupakan deskripsi tentang variabel
yang diteliti. Variabel penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel
terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah karya sastra puisi anak,
sedangkan variabel terikat adalah perkembangan karakter.
Puisi anak adalah sebuah tulisan atau lisan yang menjadi ekspresi
seseorang yang menjadi konsumsi anak-anak, puisi anak bukan hanya sebuah puisi
yang dibuat oleh seorang anak, melainkan juga puisi buatan orang tua yang
sengaja dibuat untuk konsumsi anak-anak.
Sedangkan perkembangan karakter adalah suatu perubahan perilaku
yang tadinya kurang baik menjadi lebih baik.
E.
Teknik
Pengumpulan Data
1.
Tehnik
1.1.Tes
Digunakan
untuk mendapatkan data yang mengukur kemampuan subyek peneliti.
1.2.Obsevasi
Digunakan
untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan aktivitas atau suatu proses
tertentu
1.3.Wawancara
Dipergunakan
untuk mendapatkan data atau informasi yang mendalam dari suatu fakta, kejadian,
dan hal-hal lain yang berkaitan dengan masalah penelitian, contoh: aktifitas
implementasi pembelajaran berbasis masalah.
1.4.Kuesioner
Dipergunakan
untuk mendapatkan data atau informasi yang berkaitan dengan siaap atau pendapat
dari subyek penelitian tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah
penelitian, seperti penelitian guru dalam PBM
1.5.Dokumentasi
Dipergunakan
untuk bukti otentik dilaksanakannya penelitian di SDN Babakan 04 Kecamatan
Cileungsi Kabupaten Bogor. Adapun alat yang digunakan adalah Kamera.
F.
Teknik
Analisis Data
Data yang dikumpulkan
pada setiap kegiatan observasi / pengamatan dari pelaksanaan siklus penelitian
dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan teknik presentase untuk melihat kecenderungan yang terjadi dalam
kegiatan pembelajaran.
[1]
Sistematis berarti perubahan dan perkembangan itu bersifat saling
kebergantungan atau saling mempengaruhi antara bagian-bagian organism (fisik
dan psikis) dan merupakan satu kesatuan yang harmonis.
[2]
Progresif berarti perubahan yang terjadi bersitaf maju, meningkat, dan mendalam
(meluas) baik secara kuantitatif (fisik) maupun kualitatif (psikis).
[3]
Berkesinambungan berarti perubahan pada bagian atau fungsi organism itu
berlangsung secara berurutan atau beraturan.
[4]
Syamsu Yusuf LN. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya Offset. 2005. Hlmn. 15-20
[8]
Puji Santosa, dkk. Materi dan pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta:
Universitas Terbuka. 2008. Hlm. 8.3 – 8.4
[9]
Jabrohim (Ed). Pengajaran Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 1994. hlm. v - vi
[11] Suyatno,
dkk. Antologi Puisi Modern Anak-Anak. Jakarta: Pusat Bahasa. 2002. Hlm. 3-4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar