Sabtu, 05 Januari 2013

PENGARUH KARYA SASTRA PUISI ANAK TERHADAP PERKEMBANGAN KARAKTER SISWA KELAS 3A DI SDN BABAKAN 04


PENGARUH KARYA SASTRA PUISI ANAK TERHADAP PERKEMBANGAN KARAKTER SISWA KELAS 3A
di SDN BABAKAN 04






Parlina Susi Siswanti
0901045317
VF

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Akhir-akhir ini, pendidikan karakter banyak dan sering menjadi pembahasan berbagai kalangan, terutama kalangan pendidikan. Hal ini terdorong oleh adanya fakta bahwa siswa sebagai produk pendidikan belum kuat secara kemanusiaan, serta kepribadiannya masih lemah sehingga mudah terpengaruh oleh hal-hal dari luar. Selain itu, semangat untuk belajar, berdisiplin, beretika, bekerja keras, dan sebagainya kian menurun. Peserta didik banyak yang tidak siap untuk menghadapi kehidupan sehingga dengan mudah meniru budaya luar yang negatif, terlibat di dalam amuk massa, melakukan kekerasan di sekolah atau kampus, dan sebagainya. Meningkatnya kemiskinan, menjamurnya budaya korupsi, munculnya plagiatisme, menguatnya politik uang, dan sebagainya merupakan cerminan dari kehidupan yang tidak berkarakter kuat untuk menuju bangsa yang berperadaban maju.

Kemajuan zaman menuntut berbagai macam kebutuhan-kebutuhan, kebutuhan yang dituntut pada hakikatnya didasarkan dua jenis perkembangan, yaitu perkembangan individu dan perkembangan kelompok (Moody, 1971). Pendidikan mempunyai peran penting dalam pemenuhan kebutuhan tersebut. Pendidikan di sekolah perlu memberi perhatian cukup besar pada penanaman nilai-nilai positif atau humanistik untuk melahirkan manusia berkualitas etis. Untuk itu, kurikulum yang diberlakukan di institusi sekolah hendaknya tidak hanya menyangkut pengembangan kemampuan intelektual, tetapi juga yang menggugah afeksi, yakni mentalitas dan kepekaan terhadap nilai-nilai humanistik.

Pendidikan yang ada selama ini dianggap gagal dalam membentuk karakter siswa. Selama ini pendidikan hanya berorientasi pada angka/nilai semata. Padahal, dalam UU Sisdiknas tahun 2003, Bab II, pasal 3, jelas disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

B.     Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi masalah yang timbul, antara lain:
1.      Apakah yang dimaksud dengan Perkembangan?
2.      Apakah yang dimaksud dengan karakter ?
3.      Bagaimana cara mengembangkan karakter peserta didik?
4.      Apakah yang dimaksud dengan sastra anak?
5.      Apakah yang dimaksud dengan puisi?
6.      Bagaimana hubungan antara karya sastra puisi anak dengan perkembangan karakter peserta didik?
7.      Bagaimana cara guru untuk memanfaatkan karya sastra anak dalam mengembangkan karakter peserta didik?
C.    Pembatasan Masalah
Karena keterbatasan waktu penelitian dan luasnya permasalahan yang ada, maka peneliti membatasi ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti agar pembahasan masalah lebih terarah dan terfokus pada masalah pokok. Berdasarkan pertimbangan itu maka permasalahan yang akan diteliti dibatasi pada “ Pengaruh karya sastra puisi anak terhadap perkembangan karakter siswa kelas 3A di SDN Babakan 04. ’’.
D.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah maka peneliti merumuskan masalah untuk lebih memfokuskan penelitian ini kearah yang lebih jelas. Secara lebih spesifik masalah yang diteliti adalah “ Apakah ada pengaruh karya sastra puisi anak terhadap perkembangan karakter siswa kelas 3A di SDN Babakan 04. ˮ.

E.     Tujuan Penelitian
Tujuan peneliti yang hendak dicapai dalam penelitian adalah ingin mendapatkan data secara empiris dengan melihat apakah benar karya sastra puisi anak dapat mengembangkan karakter siswa kelas 3A di SDN Babakan 04.

F.     Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
1.         Kegunaan penulisan bagi penulis adalah untuk menambah wawasan dan pengalaman.
2.         Bagi guru, sebagai referensi bahwa karya sastra dapat dimanfaatkan untuk pengembangan karakter peserta didik.
3.         Bagi peserta didik, semoga dapat meningkatkan minat baca terhadap karya sastra anak dan membantu mengembangkan karakter anak.









BAB II
KAJIAN TEORI

A.      Kajian Teori
1.     Pengertian dan Prinsip-Prinsip Perkembangan
Perkembangan dapat diartikan sebagai “perubahan progresif yang kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati” (The progressive and continous change in the organism from birth to death). Pengertian lain dari perkembangan adalah “perubahan-perubahan yang dialami individu atau organism menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya (maturation) yang berlangsung secara sistematis[1], progresif[2], dan berkesinambungan[3], baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah)”.
Prinsip-prinsip perkembangan diantaranya :
a.       Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti (never ending process)
b.      Semua aspek perkembangan saling mempengaruhi
c.       Perkembangan itu mengikuti pola atau arah tertentu
d.      Perkembangan terjadi pada tempo yang berlainan
e.       Setiap fase perkembangan mempunyai cirri khas, dan
f.       Setiap individu yang normal akan mengalami tahapan/fase perkembangan. [4]
2.    Pengertian Karakter
Kata karakter berasal dari kata Yunani, charassein, yang berarti mengukir sehingga terbentuk sebuah pola. Mempunyai akhlak mulia adalah tida secara otomatis dimiliki oleh setiap manusia begitu ia dilahirkan, tetapi memerlukan proses panjang melalui pengasuhan dan pendidian (proses”pengukiran”). Dalam istilah arab karakter ini mirip dengan ahklah ( akar kata dari khuluk), yaitu tabiat atau kebiasaan melakukan hal yang baik. Al Ghazali menggambarkan bahwa akhlak adalah tingkah laku seseorang yang berasal dari hati yang baik. Oleh karena itu pendidikan karakter adalah usaha aktif untu membentuk kebiasaan bai (habit), sehingga sifat anak sudah terukir sejak kecil. Tuhan menurunkan petunjuk melalui para Nabi dan Rasul-Nya untuk manusia agar senantiasa berperilaku sesuai dengan yang diinginkan Tuhan sebagai wakil Tuhan di muka bumi ini.
Karakter didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai pihak. Karakter menurut Depdikbud adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Ada juga yang menyebutkan karakter sebagai penilaian subjektif terhadap kualitas moral dan mental, sementara yang lainnya menyebutkan karakter sebagai penilaian subjektif terhadap kualitas mental saja, sehingga upaya merubah atau membentuk karakter hanya berkaitan dengan stimulasi terhadap intelektual seseorang (encyclopedia.thefreedictionary.com, 2004). Sedangkan menurut Megawangi (2003), kualitas karakter meliputi sembilan pilar, yaitu (1) Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; (2) Tanggung jawab, Disiplin dan Mandiri; (3) Jujur/amanah dan Arif; (4) Hormat dan Santun; (5) Dermawan, Suka menolong, dan Gotong-royong; (6) Percaya diri, Kreatif dan Pekerja keras; (7) Kepemimpinan dan adil; (8) Baik dan rendah hati; (9) Toleran, cinta damai dan kesatuan. Orang yang memiliki karakter baik adalah orang yang memiliki kesembilan pilar karakter tersebut.
Karakter, seperti juga kualitas diri yang lainnya, tidak berkembang dengan sendirinya. Perkembangan karakter pada setiap individu dipengaruhi oleh faktor bawaan (nature) dan faktor lingkungan (nurture). Menurut Confusius seorang filsuf terkenal Cina dalam Megawangi (2003) menyatakan bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi mencintai kebajikan, namun bila potensi ini tidak diikuti dengan pendidikan dan sosialisasi setelah manusia dilahirkan, maka manusia dapat berubah menjadi binatang, bahkan lebih buruk lagi. Oleh karena itu, sosialisasi dan pendidikan anak yang berkaitan dengan nilai-nilai kebajikan – baik di keluarga, sekolah, maupun lingkungan yang lebih luas sangat penting dalam pembentukan karakter seorang anak. Sebagaimana menurut Piaget dalam Pateda (1988) dalam usahanya mencari hubungan antara bahasa dan pikiran anak, mengemukakan pendapat bahwa perkembangan bahasa dan penggunaannya oleh anak tercermin dalam perkembangan mentalnya. Persepsi anak dan lingkungan sosialnya memegang peranan penting dalam kehidupan anak. Lingkungan sekitar yang memprogram bagaiman selanjutnya sang anak.
[5]
Terbentuknya karakter (kepribadian) manusia ditentukan oleh 2 faktor, yaitu (1) nature (faktor alami atau fitrah), (2) nurture (sosialisasi dan pendidikan). Pengaruh nature. Agama mengajaran bahwa setiap manusia mempunyai kecenderungan (fitrah) untuk mencintai kebaikan. Namun fitrah ini adalah bersifat potensial, atau belum termanisfestasi ketika anak dilahirkan. Confucius, seorang filsuf dari Cina pada abad V SM juga menyatakan bahwa walaupun manusia mempunyai fitrah kebaikan, namun tanpa diikuti dengan intruksi (pendidikan dan sosialisasi), manusia dapat berubah menjadi binatang, bahkan lebih buruk lagi ( Brooks dan Goble, 1997)
3.         Pengembangan Karakter
Karakter merupakan sesuatu yang menunjukkan apakah seseorang konsekuen dalam mematuhi etika perilaku, konsisten atau teguh tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat. Beberapa factor yang mempengaruhinya diantaranya adalah:
a.       Fisik. Factor fisik yang dianggap mempengaruhi perkembangan karakter adalah postur tubuh, kecantikan, kesehatan, keutuhan tubuh, dan keberfungsian organ tubuh.
b.      Intelijensi. Intelijensi individu dapat mempengaruhi, karena individu yang intelijensinya tinggi atau normal, dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan secara wajar, sedangkan yang rendah, biasanya sering mengalami hambatan atau kendala dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan.
c.       Keluarga. Suasana atau iklim keluarga sangatlah menentukan, bila anak berada dalam keluarga yang baik dan harmonis maka kepribadiannya akan baik, sebaliknya apabila lingkungan keluarga tidak harmonis atau biasa disebut “broken home” perilaku anak dapat saja menyimpang.
d.      Teman sebaya. Setelah masuk sekolah, anak akan bergaul dengan teman sebayanya, nah, teman sebaya tersebut bias saja memberi pengaruh negative maupun positif.
e.       Kebudayaan. Pengaruh kebudayaan dapat dilihat dari perbedaan antara masyarakat modern (yang sudah maju khususnya IPTEK) dengan masyarakat primitive (yang relative sederhana), seperti cara makan, berpakaian, hubungan interpersonal, atau cara memandang waktu.


4.         Definisi Sastra
Sastra (Sansekerta शास्त्र, shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta śāstra, yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar śās- yang berarti “instruksi” atau “ajaran”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Tetapi kata “sastra” bisa pula merujuk kepada semua jenis tulisan, apakah ini indah atau tidak.
Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Di sini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu. Biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa.[6]
Berikut merupakan pengertian sastra menurut para ahli :
a.       Fananie (2000)
“ Bahwa sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan kemampuan aspek keindahan yang baik yang didasarkan aspek kebahasaan maupun aspek makna”.
b.      Semi ( 1984 : 8)
“ Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan semi kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahas sebagai mediumnya “.
c.       Teeuw ( 1984 : 23)
“ Kata satra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahas Sansekerta akar kata Sas-, dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar, memberikan petunjuk atau instruksi. Akhiran kata tra- biasanya menunjukkan alat, suasana. Maka dari sastra dapat berarti, alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi dan pengajaran; misalnya silpasastra, buku arsitektur, kemasastraan, buku petunjuk mengenai seni cerita. Awalan su- berarti baik, indah sehingga susastra dapat dibandingkan dengan berbagai belles letter”.
Kutipan di atas menyatakan, sastra diartikan sebagai alat untuk mengajar, memberi instruksi dan petunjuk kepada pembaca.
d.      Wellek dan Warren ( 1987 : 3 ) mengatakan bahwa sastra adalah suatu kajian kreatif, sebuah karya seni.
e.       Damono ( 1984 : 10) mengatakan bahwa lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium : bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu adalah merupakan suatu kenyataan sosial.
Dari keseluruhan defenisi sastra di atas, adalah berdasarkan persepsi masing-masing pribadi dan sifatnya deskriptif, pendapat itu berbeda satu sama lain. Masing-masing ahli merupakan aspek-aspek tertentu, namun yang jelas defenisi tersebut dikemukakan dengan prinsip yang sama yaitu manusia dan lingkungan. Manusia menggunakan seni sebagai pengungkapan segi-segi kehidupan. Ini suatu kreatifitas manusia yang mampu yang mampu menyajikan pemikiran dan pengalaman hidup dengan bentuk seni sastra.
Dari beberapa batasan yang diuraikan di atas dapat disebut beberapa unsur batasan yang selalu disebut untuk unsur-unsur itu adalah isi sastra berupa pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide, semangat kepercayaan dan lain-lain. Ekspresi atau ungkapan adalah upaya untuk mengeluarkan sesuatu dalam diri manusia. Bentuk diri manusia dapat diekspresikan keluar, dalam berbagai bentuk, sebab tampa bentuk tidak akan mungkin isi tadi disampaikan pada orang lain. Ciri khas penggungkapan bentuk pada sastra adalah bahasa. Bahasa adalah bahan utama untuk mewujudkan ungkapan pribadi di dalam suatu bentuk yang indah.[7]
Secara urutan waktu maka sastra Indonesia terbagi atas beberapa angkatan:
·           Pujangga Lama
·           Sastra “Melayu Lama”
·           Angkatan Balai Pustaka
·           Pujangga Baru
·           Angkatan ’45
·           Angkatan 50-an
·           Angkatan 66-70-an
·           Dasawarsa 80-an
·           Angkatan Reformasi

5.         Pengertian, Sifat, dan Hakikat Sastra Anak
Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita dengar orang menyebutkan atau mengucapkan kata “sastra anak”, “cerita anak” atau “bacaan anak”. Namun kenyataannya, istilah sastra anakdalam beberapa kamus istilah sastra, seperti Kamus Istilah Sastra (Panuti Sudjiman, 1990: 71-72) dan Kamus Istilah Sastra (Abdul Rozak Zaidan, et al. 1994: 181-184), tidak ditemukan lema itu. Demikian juga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988: 786-787) atau Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Besar (Kamisa, 1997: 473) pun tidak kita temukan lema atau sublema “Sastra Anak”. Lalu kita bertanya-tanya: apa pengertian dari sastra anak itu?
Kata “sastra anak” merupakan dua patah kata yang dirangkaikan menjadi satu kata sebut, yaitu dari kata sastra dan kata anak. Kata sastra berarti ‘karya seni imajinatif dengan unsur estetisnya dominan yang bermediumkan bahasa’ (Rene Wellek, 1989). Karya seni imajinatif yang bermedium bahasa itu dapat dalam bentuk tertulis ataupun dalam bentuk lisan. Sementara itu, kata anak di sini diartikan sebagai ‘manusia yang masih kecil’ (KBBI, 1988: 31) atau ‘bocah’ (KBBI, 1988: 123). Tentu pengertian anak yang dimaksud di sini bukan anak balita dan bukan pula anak remaja, melainkan anak yang masih berumur antara 6-13 tahun, usia anak sekolah dasar. Jadi, secara sederhana istilah sastra anak dapat diartikan sebagai ‘karya seni yang imajinatif dengan unsur estetisnya dominan yang bermediumkan bahasa, baik lisan ataupun tertulis, yang secara khusus dapat dipahami oleh anak-anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan anak-anak’.
Sementara itu, Riris K. Toha Sarumpaet (1976: 21) menyatakan bahwa sastra anak adalah karya sastra yang dikonsumsi anak dan diurus serta dikerjakan oleh orang tua. Pendek kata, sastra anak ditulis oleh orang tua untuk anak. Orang tua jugalah yang mengedit, mengilustrasi, mencetak, menerbitkan, mendistribusikan, memilihkannya di rumah atau di sekolah, sering kali membacakannya, dan sesekali membicarakannya. Orang dewasa pulalah yang membimbing anak dalah memilih dan mengusahakan bacaan yang baik bagi anak.
Sebenarnya tidak semua sastra anak itu dibuat oleh orang tua. Penulisan sastra anak dapat juga dilakukan oleh anak-anak itu sendiri, misalnya anak yang sudah berumur sepuluh atau sebelah tahun ke atas, sudah dapat membuat puisi atau catatan harian pada majalah Bobo.
Sifat dan hakikat sastra anak harus sesuai dengan dunia dan alam kehidupan anak-anak yang khas milik mereka dan bukan milik orang dewasa. Sifat sastra anak-anak lebih menonjolkan unsur fantasi. Sifat fantasi ini terwujud dalam eksplorasi dari yang serba mungkin dalam sastra anak. Anak-anak menganggap segala sesuatu, baik benda hidup maupun benda mati, itu berjiwa dan bernyawa, seperti diri mereka sendiri. Segala sesuatu itu masing-masing dianggap memiliki imbauan dan nilai tertentu. Di situlah letak kekhasan hakikat sastra anak, yaitu bertumpu dan bermula pada penyajian nilai dan imbauan tetentu yang dianggap sebagai pedoman tingkah laku dalam alam kehidupan mereka (Sarumpaet, 1976: 29).[8]
6.         Pengajaran Sastra
Sastra, selain fungsinya sebagai penunjang mata pelajaran yang lain sehingga pendidikan benar-benar merupakan suatu kebulatan dalam memajukan individu secara harmonis menjadi a fully functioning person (Amien, 1980), pengajaran sastra juga mempunyai fungsi ideologis, fungsi cultural, dan fungsi praktis (Sarwadi, 1971). Fungsi ideologis merupakan fungsi utama, yaitu sebagai salah satu sarana Pembina jiwa Pancasila. Fungsi cultural pengajaran sastra ialah memindahkan kebudayaan milik suatu generasi kepada generasi berikutnya. Sastra sebagai suatu materi kebudayaan diajarkan agar dapat dimiliki dan dikembangkan oleh generasi berikutnya. Oleh karena itu, pelaksanaan pengajaran sastra hendaknya tidak bersifat pasif verbalistis, akan tetapi dinamis kreatif. Fungsi praktis mencakup pengertian bahwa pengajaran sastra mempunyai fungsi membekali bahan-bahan yang mungkin berguna untuk melanjutkan studi ataupun bekal terjun di tengah kancah masyarakat.[9]
7.         Karya Sastra : Puisi
Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:6) mengumpulkan definisi puisi yang pada umumnya dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris sebagai berikut.
(1)   Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
(2)   Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.
(3)   Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
(4)   Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara teratur).
(5)   Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.
Dari definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:7) menyimpulkan bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur.[10]

8.         Puisi Anak
Puisi adalah seni tertulis yang menggunakan bahasa untuk tambahan kualitas estetiknya atau selain arti semantiknya. Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan rima adalah yang membedakan puisi dari prosa. Namun perbedaan ini masih diperdebatkan. Beberapa ahli modern memiliki pendekatan dengan mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis literatur tapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas. Baris-baris pada puisi dapat berbentuk apa saja (melingkar, zigzag, dll). Hal tersebut merupakan salah satu cara penulis untuk menunjukkan pemikirannnya.
Puisi kadang-kadang juga hanya berisi satu kata/suku kata yang terus diulang-ulang. Bagi pembaca hal tersebut mungkin membuat puisi tersebut menjadi tidak dimengerti. Tapi penulis selalu memiliki alasan untuk segala ‘keanehan’ yang diciptakannya. Tak ada yang membatasi keinginan penulis dalam menciptakan sebuah puisi. Ada beberapa perbedaan antara puisi lama dan puisi baru Namun beberapa kasus mengenai puisi modern atau puisi cyber belakangan ini makin memprihatinkan jika ditilik dari pokok dan kaidah puisi itu sendiri yaitu ‘pemadatan kata’. kebanyakan penyair aktif sekarang baik pemula ataupun bukan lebih mementingkan gaya bahasa dan bukan pada pokok puisi tersebut. mereka enggan atau tak mau untuk melihat kaidah awal puisi tersebut. (http://id.wikipedia.org/wiki/puisi).
      Anak-anak—secara psikologis—sering diibaratkan sebagai lembaran kertas yang putih bersih tanpa noda. Berdasarkan asumsi ini, banyak puisi-puisi yang dibuat oleh para penyair dewasa, dengan tujuan untuk memperkenalkan anak-anak pada puisi yang puitis, “puisi yang benar-benar puisi”. Dalam hal ini, bantuan dan bimbingan guru untuk menuntun anak memasuki wilayah “puisi yang benar-benar puisi” jelas sangat diperlukan.
Sebutan  “puisi yang benar-benar puisi” sesungguhnya berangkat dari “puisi yang tampaknya saja puisi”, artinya secara visual memang menampakkan wujud puisi tetapi tidak puitis. Puisi yang ditulis anak-anak, agaknya, banyak yang tergolong demikian, meskipun kita barangkali perlu menyadari bahwa anak-anak itu baru mencoba-coba menulis puisi, baru belajar menjadi penyair. Karena sedikit sekali puisi yang ditulis anak-anak yang dikatakan puitis.
Kelemahan yang umum terdapat dalam puisi yang ditulis anak-anak adalah biasanya berupa pemilihan kata yang tidak tepat dan ketidakmampuan dalam membangun dan menghadirkan imaji.
Seperti yang kita ketahui, musik / lagu (lirik lagu adalah puisi yang dinyanyikan) bisa memberikan efek yang sangat dalam bagi pendengarnya. Bahkan kabar terkini yang telah kita ketahui bersama, bayi dalam kandungan pun bisa dipengaruhi dengan lagu yang diputar dekat dengan perut ibunya. Dengan dasar ini pendidik bisa menggunakan lagu-lagu dan musik (musikalisasi puisi) untuk mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam benak peserta didik.[11]

9.         Manfaat Karya Sastra Anak
Karya sastra anak setidaknya mempunyai lima manfaat bagi kehidupan, yaitu manfaat :
a.       Estetika. Manfaat estetis dalam sastra anak adalah manfaat tentang keindahan yang melekat, keindahan tersebut mampu memberi hiburan, kepuasan, kenikmatan, dan kebahagiaan bathin ketika dibaca atau didengar.
b.      Mendidik, artinya memelihara dan memberi latihan (ajaran) mengenai akhlak, budi pekerti, dan kecerdasan pikir. Manfaat pendidikan pada karya sastra adalah member berbagai informasi mengenai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan latihan.
c.       Peka, artinya mudah terasa, mudah tersentuh, mudah tergerak, tidak lalai, dan tajam menerima atau meneruskan pengaruh dari luar. Manfaatnya untuk selalu mengasah bathin agar mudah tersentuh oleh hal-hal yang bersifat bathiniah maupun social.
d.      Wawasan, artinya hasil mewawas, tinjauan atau pandangan. Manfaatnya untuk memberi tambahan informasi, pengetahuan, pengalaman hidup, dan pandangan-pandangan mengenai hidup.
e.       Manfaat pengembangan kejiwaan dan kepribadian, yaitu mampu memperhalus budi pekerti.

B.       Kerangka Berpikir
Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Tak terkecuali pelajaran sastra, materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari.
Sastra, agaknya bisa menjadi media strategis untuk mewujudkan tujuan mulia itu. Melalui karya sastra, anak-anak sejak dini bisa melakukan olah rasa, olah batin, dan olah budi secara intens sehingga secara tidak langsung anak-anak memiliki perilaku dan kebiasaan positif melalui proses apresiasi dan berkreasi melalui sastra.
Sejatinya sastra bisa digunakan sebagai media penyampaian pendidikan karakter kepada peserta didik. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif saja, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Tentu saja, langkah visioner semacam ini tak akan banyak maknanya jika tidak diimbangi dan dukungan penuh dari berbagai kalangan secara intensif menginternalisasi pendidikan berbasis karakter dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.





C.      Hipotesis Penelitian
Berdasarkan masalah yang ada dan didukung oleh kajian teori, serta didukung oleh kerangkan berpikir maka penelitian ini diajukan hipotesis penelitian yang merupakan jawaban sementara dari permasalahan yang ada.
Adapun hipotesis tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: “ Terdapat Pengaruh Karya Sastra Puisi Anak Terhadap Perkembangan Karakter Siswa Kelas 3A di SDN Babakan 04. “












BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.       Waktu dan Tempat
Waktu dan tempat penelitian yang peneliti lakukan adalah selama 8 minggu sejak  tanggal 18 Juli hingga 15 Agustus, di SDN Babakan 04, Kp. Rawajamun Desa Dayeuh Kecamatan Cileungsi Kabupaten Bogor 16820.

B.        Metodologi
Metodologi atau jenis penelitian yang peneliti lakukan adalah kualitatif. Peneliti akan melakukan observasi untuk melihat secara langsung keadaan di sekolah tersebut, kemudian melakukan wawancara dengan guru dan pihak bersangkutan untuk memperoleh informasi lebih dalam. Kemudian peneliti akan mencantumkan beberapa foto dokumentasi yang diperoleh selama melakukan penelitian.

C.        Populasi dan Sample
Populasi adalah himpunan individu atau objek yang banyaknya terbatas atau tidak terbatas (Moh. Pabundu Tika, 2005:24).
Sampel adalah sebagian dari objek atau individu – individu yang mewakili suatu populasi (Moh. Pabundu Tika, 2005:24).


Jumlah populasi siswa di kelas 3A ada 40 siswa, yaitu:
Abdul
Abu
Adinda
Alif
Sekar
Sandi
Fadila
Farhan
Rino
Damar
Dhea
Sahara
Cindy
Sindi
Riza
Rizal
Faisal
Firman
Sintia
Helsa
Happy
Nadya
Mulyani
Siska
Amel
Silvia
Jihan
Vingky
Harun
Rizki
Sigit
Dimas
Oman
Farid
Alfina
Tari
Siti
Putri
Irpan
Rosi
 tetapi peneliti akan memilih 20 sample dengan sistem acak atau random.
D.       Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan deskripsi tentang variabel yang diteliti. Variabel penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah karya sastra puisi anak, sedangkan variabel terikat adalah perkembangan karakter.
Puisi anak adalah sebuah tulisan atau lisan yang menjadi ekspresi seseorang yang menjadi konsumsi anak-anak, puisi anak bukan hanya sebuah puisi yang dibuat oleh seorang anak, melainkan juga puisi buatan orang tua yang sengaja dibuat untuk konsumsi anak-anak.
Sedangkan perkembangan karakter adalah suatu perubahan perilaku yang tadinya kurang baik menjadi lebih baik.

E.        Teknik Pengumpulan Data
1.      Tehnik
1.1.Tes
Digunakan untuk mendapatkan data yang mengukur kemampuan subyek peneliti.

1.2.Obsevasi
Digunakan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan aktivitas atau suatu proses tertentu
 
1.3.Wawancara
Dipergunakan untuk mendapatkan data atau informasi yang mendalam dari suatu fakta, kejadian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan masalah penelitian, contoh: aktifitas implementasi pembelajaran berbasis masalah.

1.4.Kuesioner
Dipergunakan untuk mendapatkan data atau informasi yang berkaitan dengan siaap atau pendapat dari subyek penelitian tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah penelitian, seperti penelitian guru dalam PBM


1.5.Dokumentasi
Dipergunakan untuk bukti otentik dilaksanakannya penelitian di SDN Babakan 04 Kecamatan Cileungsi Kabupaten Bogor. Adapun alat yang digunakan adalah Kamera. 

F.        Teknik Analisis Data
Data yang dikumpulkan pada setiap kegiatan observasi / pengamatan dari pelaksanaan siklus penelitian dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan teknik presentase untuk melihat kecenderungan yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran.



[1] Sistematis berarti perubahan dan perkembangan itu bersifat saling kebergantungan atau saling mempengaruhi antara bagian-bagian organism (fisik dan psikis) dan merupakan satu kesatuan yang harmonis.
[2] Progresif berarti perubahan yang terjadi bersitaf maju, meningkat, dan mendalam (meluas) baik secara kuantitatif (fisik) maupun kualitatif (psikis).
[3] Berkesinambungan berarti perubahan pada bagian atau fungsi organism itu berlangsung secara berurutan atau beraturan.
[4] Syamsu Yusuf LN. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Offset. 2005. Hlmn. 15-20
[8] Puji Santosa, dkk. Materi dan pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka. 2008. Hlm. 8.3 – 8.4
[9] Jabrohim (Ed). Pengajaran Sastra. Yogyakarta:  Pustaka Pelajar. 1994. hlm. v - vi
[11] Suyatno, dkk. Antologi Puisi Modern Anak-Anak. Jakarta: Pusat Bahasa. 2002. Hlm. 3-4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar