Jumat, 04 April 2014

Teori Humor



1.          Sense of humor
a.       Pengertian humor
Hartanti mengemukakan humor berasal dari kata umor yaitu You-moors= cairan-mengalir[1]. Namun, Dananjaya berpendapat semua berasal dari suatu istilah yang berarti cairan. Arti ini berasal dari doktrin ilmu faal kuno mengenai empat macam cairan, seperti darah, lendir, cairan empedu, dan cairan empedu hitam. [2]

Menurut Friedmen, keempat cairan tersebut untuk beberapa abad dianggap menentukan tempramen seseorang. Sheinowizt menyatakan: ”humor adalah kualitas yang bersifat lucu dari seseorang yang menggelikan dan menghibur”. Humor dapat juga diartikan suatu kemampuan untuk menerima, menikmati dan menampilkan sesuatu yang lucu, ganjil/aneh yang bersifat menghibur.
James Dananjaya menyatakan bahwa humor adalah sesuatu yang bersifat dapat menimbulkan atau menyebabkan pendengarannya merasa tergelitik perasaan lucunya, sehingga terdorong untuk tertawa. Terjadinya hal ini menurut Dananjaya, karena sesuatu yang bersifat menggelitik perasaan disebabkan kejutannya, keanehannya, ketidakmasukakalannya, kebodohannya, sifat pengecohannya, kejanggalannya, kekontradiksiannya, kenakalannya, dan lain-lain. [3]
Humor identik dengan segala sesuatu yang lucu, yang membuat orang tertawa. Pengertian awam tersebut tidaklah keliru. Dalam Ensiklopedia Indonesia, seperti yang dinyatakan oleh Setiawan,
“Humor itu kualitas untuk menghimbau rasa geli atau lucu, karena keganjilannya atau ketidakpantasannya yang menggelikan; paduan antara rasa kelucuan yang halus di dalam diri manusia dan kesadaran hidup yang iba dengan sikap simpatik.”
Pendapat Ziv dalam Jones, rasa humor diartikan sebagai suatu kualitas mental  yang menghasilkan sesuatu yang lucu, yang dapat ditertawakan, menggelikan, jenaka, menyenangkan, serta merupakan variasi khusus dari temperamen, disposisi, kehendak hati atau mood. Kualitas mental ini kemudian dituangkan dalam bentuk tawa, yaitu suatu fenomena gerakan tubuh, seperti suara, ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang membentuk ekspresi instingtif mengenai kegembiraan, keriangan atau suatu perasaan yang menggelikan.  
     Chapman and Foot defined humor using three constructs, stimulus, response, and disposition. As a stimulus, humor is any communication intended to elicit a response characterized by laughing or smiling. A response is the amount of laughter and smiling elicited from the situation. Disposition is related more to a personality trait that may be considered an individual’s “sense of humor.”

Artinya Chapman dan Foot mendefinisikan humor kedalam tiga bentuk, yaitu sebagai stimulus, respon dan bagian dari watak atau kepribadian. Humor dikatakan sebagai stimulus karena dapat menimbulkan respon tertawa atau tersenyum, sedangkan sebagai respon karena humor mendatangkan tertawa, serta humor sebagai watak, menunjukkan bahwa rasa humor yang dimiliki oleh individu merupakan ciri kepribadian,  dimana setiap manusia mempunyai rasa humor namun intensitasnya berbeda-beda. [4]
Dapat disimpulkan bahwa humor merupakan kualitas mental terhadap suatu keadaan atau kondisi yang berhubungan dengan  kelucuan, jenaka, menyenangkan dan dapat menyebabkan tertawa. Tertawa merupakan respon fisik terhadap humor. 
Manser membagi teori humor menjadi tiga kelompok, meliputi:
1.     Teori superioritas dan meremehkan
yaitu jika yang menertawakan berada pada posisi super; sedangkan objek yang ditertawakan berada pada posisi degradasi (diremehkan atau dihina). Plato, Cicero, Aristoteles, dan Francis Bacon dalam Gauter mengatakan bahwa orang tertawa apabila ada sesuatu yang menggelikan dan di luar kebiasaan. Menggelikan diartikan sebagai sesuatu yang menyalahi aturan atau sesuatu yang sangat jelek. Lelucon yang menimbulkan ketertawaan, juga mengandung banyak kebencian. Lelucon selalu timbul dari kesalahan/kekhilafan yang menggoda dan kemarahan;

2.     Teori mengenai ketidakseimbangan, putus harapan, dan bisosiasi
 Arthur Koestler (dalam Setiawan), dalam teori bisosiasinya mengatakan bahwa hal yang mendasari semua bentuk humor adalah bisosiasi, yaitu mengemukakan dua situasi atau kejadian yang mustahil terjadi sekaligus. Konteks tersebut menimbulkan bermacam-macam asosiasi;
3.     Teori mengenai pembebasan ketegangan atau pembebasan dari tekanan
Humor dapat muncul dari sesuatu kebohongan dan tipuan muslihat; dapat muncul berupa rasa simpati dan pengertian; dapat menjadi simbol pembebasan ketegangan dan tekanan; dapat berupa ungkapan awam atau elite; dapat pula serius seperti satire dan murahan seperti humor jalanan. Humor tidak mengganggu kebenaran.

Fuad Hasan dalam tulisan Humor dan Kepribadian membagi humor dalamdua kelompok besar, yaitu: (1) humor pada dasarnya berupa tindakan agresif yang dimaksudkan untuk melakukan degradasi terhadap seseorang; (2) humor adalah tindakan untuk melampiaskan perasaan tertekan melalui cara yang ringan dan dapat dimengerti, dengan akibat kendornya ketegangan jiwa.
Arwah Setiawan dalam Suhadi, mengatakan sebagai berikut: Humor itu adalah rasa atau gejala yang merangsang kita untuk tertawa atau cenderung tertawa secara mental, ia bisa berupa rasa, atau kesadaran, di dalam diri kita (sense of humor); bisa berupa suatu gejala atau hasil cipta dari dalam maupun dari luar diri kita.
Teori humor mencoba menerangkan bagaimana suatu hal dapat membangkitkan tawa atau geli pada seseorang. Seperti yang diungkapkan Setiawan dalam majalah Astaga, teori humor digolongkan menjadi dua macam, yaitu:
1.    Teori keunggulan
Seseorang akan tertawa jika ia secara tiba-tiba memperoleh perasaan unggul atau lebih sempurna dihadapkan pada pihak lain yang melakukan kesalahan, kekurangan atau mengalami keadaan yang tidak menguntungkan. Kita dapat tertawa terbahak-bahak pada waktu melihat pelawak terjatuh, terinjak kaki temannya serta melakukan berbagai kekeliruan dan ketololan,
2.    Teori ketaksesuaian
Perasaan lucu timbul karena kita dihadapkan pada situasi yang sama sekali tak terduga atau tidak pada tempatnya secara mendadak, sebagai perubahan atas situasi yang sangat diharapkan. Harapan dikacaukan, kita dibawa pada suatu sikap mental yang sama sekali berbeda.[5]

Sementara itu Kaplan dan Pascoe, menyatakan bahwa ada banyak teori tentang humor, tetapi dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:   
1.       Kelompok Teori Psikologi
Teori humor pada kelompok teori psikologis terdiri dari delapan subkelompok yaitu: (1) teori superiotitas (superioritas theory), (2) teori evolusi/instink/biologi, (3) teori ingkongruitas, (4) teori kejutan (surprise theory), (5) teori kelepasan (release) dan keringanan (relief), (6) teori konfigurasi, (7) teori psikoanalisis, dan (8) teori ambivalensi. [6]
2.       Kelompok Teori Antropologi
Ilmu antropologi yang mengkaji humor memusatkan diri pada relasi humor (joking relationship) di antara siapa saja atau dalam ikatan kekerabatan yang bagaimana humor itu dapat terjadi. Menurut Bahrun Yunus, dkk., teori ini dikemukakan pertama kali oleh Apte. [7]
3.       Kelompok Teori Kebahasaan
Victor Rasikin yang menulis sebuah artikel berjudul “Jokes” dalam majalah Psychology Today telah mengemukakan sebuah teori humor yang berdasarkan linguistik (ilmu kebahasaan). Rasikin yang dikutip dari Bahrum Yunus, dkk., menyatakan bahwa teori tersebut dinamakan Scriptbased semantic theory (teori semantik berdasarkan skenario). Berdasarkan teori ini, tingkah laku manusia ataupun kehidupan pribadinya telah terpapar dan terekam dalam sebuah peta semantis. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada peta tersebut akan merusak keseimbangan dan akan menimbulkan kelucuan. [8]

b.      Pengertian Sense of Humor
Setiap manusia sebenarnya memiliki sense of humor. Namun ada yang berpikir terlalu sempit bahwa orang yang suka humor adalah orang yang kurang serius. Padahal terlalu serius itu juga kurang baik. humor amat berkaitang dengan tertawa, pada saat tertawa, kita akan menghirup oksigen enam kali lebih banyak daripada tidak tertawa. Jadi dengan kadar oksigen lebih banyak yang beredar dalam tubuh, membuat pernapasan lancar serta peredaran darah. Dan pada akhirnya tubuh akan menjadi segar. [9]
Menurut Mendatu sense of humor adalah kemampuan seseorang untuk menangkap hal-hal lucu dari sebuah peristiwa. Semakin mudah seseorang menangkap hal-hal lucu, maka semakin tinggi rasa humornya. Proses merasakan humor tidak sederhana. Mula-mula pikiran berusaha menangkap adanya sisi lucu, sehingga berpikir ada sesuatu yangmenggelitik dalam suatu peristiwa. Lalu secara otomatis perasaan meresponnya dengan rasa riang dan tubuh akan merespon dengan tertawa.[10]
Martin dalam Kelly mendefinisikan sense of humor sebagai komprehensi, apresiasi dan menciptakan humor.[11] Menurut Ruch sense of humor menuju pada humor sebagai sebuah ciri kematangan seseorang.
Sense of humordapat dikonsepkan sebagai corak kebiasaan (kecenderungan dan frekuensi tertawa, menceritakan lelucon dan menghibur yang lain, tertawa karena lelucon orang lain), sebuah bakat (bakat untuk membuat humor, membuat orang lain tertawa, untuk mendapatkan lelucon, untuk mengingat lelucon), ciri temperamen (penuh keceriaan), sebuah tanggapan estetik (menikmati setiap tipe humor), memandang dunia (mengagumi pemandangan dalam kehidupan) atau strategi untuk menghadapi masalah (kecenderungan untuk menggunakan humor dalam keadaan sulit). [12]

c.       Multi Dimensi Sense of Humor
Thorson dan Powell menyatakan empat aspek penting Sense of Humor, yang terdiri dari :[13]
1.     Humor production
Kemampuan untuk menemukan humor pada setiap peristiwa dan berhubungan dengan perasaan diterima oleh lingkungan.

2.     Coping with humor
Bagaimana individu menggunakan humor untuk mengatasi emosional dan situasi yang mengandung stressful pada individu.
3.     Humor appreciation
Kemampuan untuk mengapresiasikan humor yang dihubungkan dengan internal locus of control seseorang, sebuah indikasi dari seberapa banyak individu mempersepsikan setiap peristiwa lucu sebagai bagian dari perilaku orang lain.
4.     Attitude toward humor
Kecenderungan untuk tersenyum atau tertawa pada setiap situasi yang lucu

d.      Meningkatkansense of humor
Dalam melucu, kita harus lebih dulu merangsang sense of humor dalam diri kita untuk mengeluarkan materi-materi yang lucu, berkelas, dan sesuai dengan diri kita, dibanding sekadar mengerti teknik-teknik melucu.[14]
Menurut Mike More, seorang humorolog dunia, sense of humor is not inherited, it’s learned(kepekaan humor itu bukan bakat, melainkan dipelajari).
Menurutnya ada lima cara untuk meningkatkan kepekaan humor kita, diantaranya : [15]
1.     Menertawakan diri sendiri.
2.     Sering membaca cerita humor dan kartun.
3.     Tanamkan kondisi humor dan tawa di lingkungan kita.
4.     Bergaul dengan orang yang suka humor, dan
5.     Gunakan humor untuk menetralisir konflik.
Mendatu dalam bukunya menyebutkan langkah-langkah untuk meningkatkan sense of humor. Langkah-langkah ini merupakan  adaptasi dari metode yang dikembangkan oleh Paul McGhee. [16]
1.     Temukan hal-hal yang menurut Anda paling lucu,
2.     Memperkaya rasa bercanda dan sikap bermain,
3.     Tertawa lebih sering dan lebih lepas,
4.     Berlatih menceritakan joke dan cerita lucu,
5.     Mulai bermainmain dengan bahasa,
6.     Menemuka hal lucu dalam hidup keseharian,
7.     Belajar menertawakan diri sendiri, dan
8.     Gunakan humor untuk mengelola stress.

e.       Keuntungan memiliki sense of humor
Menurut Martin mempunyai sense of humor mengandung banyak keuntungan. Individu dengan sense of humor yang lebih tinggi, lebih termotivasi, lebih ceria, dapat dipercaya dan mempunyai harga diri yang lebih tinggi. Kelly menyatakan bahwasannya salah satu keuntungan terbesar dengan memiliki sense of humor adalah pengaruhnya pada kesehatan.[17]
Dalam pandangan Shurcliff, humor berfungsi sebagai alat pelegaan dari kemarahan memuncak yang berhubungan dengan antisipasi akan pengalaman negatif, secara pokok, humor membantu melepaskan tekanan karena ketegangan dan momen tragis, bukan hanya dalam produksi drama juga dalam kehidupan nyata.
Budi Gunawan, seorang perwira tinggi polisi pun mengatakan, “kemampuan seseorang dalam menciptakan humor dalam kehidupannya sangat berpengaruh terhadap kondisi emosional, kesehatan, dan hubungan sosialnya. Humor membantu meringankan beban akibat stres pekerjaan dan pengendalian emosi  menjadi lebih baik”. Budi mengutip pendapat Frank Caprio dalam bukunya How to Enjoy Yourself bahwa “humor itu sangat perlu dan penting bagi kehidupan.”
Tidaklah berlebihan bahwa menurut akal sehat, humor tidak hanya dapat mengobati stres, tetapi juga mengatasi rasa sakit, menyembuhkan penyakit dan membantu pemulihan kesehatan. [18]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar