Sabtu, 05 Januari 2013

HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI GURU DENGAN PEMBENTUKAN KARAKTER


hubungan antara kompetensi guru dengan Pembentukan Karakter


Disusun Oleh:
Parlina Susi Siswanti
0901045317

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah Penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas berkah rahmat dan hidayah-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas Karya Tulis Ilmiah ini. Karya Tulis Ilmiah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Pedagogik Transformatif.
Dalam penjelasannya, Karya Tulis Ilmiah ini menguraikan sedikit banyak tentang pendidikan karakter. Di dalammnya diuraikan secara terperinci tentang kerangka permasalahan mengenai pendidikan karakter beserta kompetensi-kompetensi yang harus dikuasai guru dalam melakukan pembelajaran, diantaranya kompetensi kepribadian, sosial dan profesional guru.
Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini tidak terlepas dari curahan perhatian, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak yang telah ikut berpartisipasi dalam merampungkan kesempurnaan penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini. Oleh karena itu, penyusun menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah berperan. Atas segala bantuan dan partisipasinya, semoga Allah SWT berkenan membalasnya dengan balasan kebaikan yang berlipat-lipat. Aamiin…
Penyusun juga menyadari dengan sepenuhya bahwa penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna baik dari segi substansi maupun sistematikanya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sungguh sangat penyusun nantikan demi evaluasi di masa mendatang.
Akhirnya penyusun berharap, semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat diterima dengan baik dan memberikan manfaat serta dapat dipertanggung jawabkan sebagai salah satu referensi pendidikan di khususnya lingkungan UHAMKA.
  
Jakarta,   Mei  2012


Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN


1.1.        Latar Belakang
Pendidikan karakter, dewasa ini sedang gencar dibahas di beberapa media massa (Koran/majalah) pendidikan. Apa sebenarnya pendidikan karakter itu? Mengapa pendidikan karakter sedemikian pentingnya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut umum terlontar dari masyarakat awam maupun dari kalangan pendidik.
Dalam UU Sisdiknas tahun 2003, Bab II, pasal 3, jelas disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga egara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dengan demikian, jelaslah tugas guru bukan  hanya mentransfer ilmu kepada siswa, tetapi juga sebagai cermin tempat subjek didik dapat berkaca. Dalam relasi interpersonal antar guru dan subjek didik tercipta situasi didik yang memungkinkan subjek didik dapat belajar menerapkan nilai-nilai yang menjadi contoh dan memberi contoh. Guru mampu menjadi orang yang mengerti diri siswa dengan segala problematikanya, guru juga harus mempunyai wibawa sehingga siswa segan terhadapnya. Hakikat guru pendidik adalah bahwa ia harus dapat digugu dan ditiru
Untuk mencapai fungsi ini, maka sudah seyogyanya seorang guru mengerti fungsi kompetensi kepribadian guru sebagai seseorang yang memberikan bimbingan dan suri teladan, baik secara individu maupun bersama-sama untuk mengembangkan kreativitas dan membangkitkan motif belajar serta dorongan untuk maju kepada anak didik.
            Oleh karena itu, pendidikan karakter dapat berjalan dengan baik apabila guru sudah menguasai kompetensi-kompetensi yang memang seharusnya dikuasai guru, bukan hanya menjadi guru yang “asal ngajar” seperti kebanyakan terjadi sekarang. Namun tentu saja hal ini sulit tercapai, karena banyaknya guru yang sudah berada di titik “nyaman”, sehingga sulit untuk melakukan gerakan perubahan ke arah yang lebih baik.

1.2.      Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Bagaimana kompetensi, kepribadian, sosial dan profesional guru dalam pengaruhnya terhadap kegiatan pendidikan di sekolah?
2.      Unsur-unsur apa sajakah yang berpengaruh terhadap kompetensi, kepribadian, sosial dan profesional guru dalam pengaruhnya terhadap kegiatan pendidikan di sekolah?

1.3.      Tujuan
Tujuan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai berikut :
1.      Sebagai salah satu upaya dalam rangka perolehan evaluasi akademik pada Mata Kuliah yang bersangkutan.
2.      Sebagai salah satu kegiatan pembelajaran berbasis kompetensi, dengan lebih mengupayakan pendalaman materi praktik dan observasi.
3.      Sebagai salah satu upaya pengembangan diri pada mahasiswa dalam rangka penggalian materi dan pemahaman khususnya mengenai materi profesi keguruan.

1.4.      Manfaat
Manfaat yang diharapkan dapat tercapai dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini diantaranya adalah :
1.      Manfaat keilmuan, yaitu dari hasil karya tulis ini ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya bahan kajian.
2.      Manfaat untuk para guru, yaitu sebagai sumbangan pemikiran dalam memperkaya kompetensi dan landasan edukatif dalam meningkatkan efektivitas pendidikan.

1.5.      Metodologi Penulisan
Metodologi yang digunakan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini adalah berdasarkan metode studi literatur, yaitu mencari bahan-bahan penulisan yang sekiranya mendukung terhadap pembahasan materi yang dijadikan pokok bahasan.






















BAB II
PEMBAHASAN

2.1         Pengertian Karakter
Karakter atau kepribadian ialah ciri watak seorang individu yang bersifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang yang membedakannya dari orang lain. Karakter juga merupakan organisasi dari faktor-faktor biologis.
Kata karakter berasal dari kata Yunani, charassein, yang berarti mengukir sehingga terbentuk sebuah pola. Mempunyai akhlak mulia adalah tida secara otomatis dimiliki oleh setiap manusia begitu ia dilahirkan, tetapi memerlukan proses panjang melalui pengasuhan dan pendidian (proses”pengukiran”). Dalam istilah arab karakter ini mirip dengan ahklah ( akar kata dari khuluk), yaitu tabiat atau kebiasaan melakukan hal yang baik. Al Ghazali menggambarkan bahwa akhlak adalah tingkah laku seseorang yang berasal dari hati yang baik. Oleh karena itu pendidikan karakter adalah usaha aktif untu membentuk kebiasaan bai (habit), sehingga sifat anak sudah terukir sejak kecil. Tuhan menurunkan petunjuk melalui para Nabi dan Rasul-Nya untuk manusia agar senantiasa berperilaku sesuai dengan yang diinginkan Tuhan sebagai wakil Tuhan di muka bumi ini.
Karakter didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai pihak. Karakter menurut Depdikbud adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah “berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Ada juga yang menyebutkan karakter sebagai penilaian subjektif terhadap kualitas moral dan mental, sementara yang lainnya menyebutkan karakter sebagai penilaian subjektif terhadap kualitas mental saja, sehingga upaya merubah atau membentuk karakter hanya berkaitan dengan stimulasi terhadap intelektual seseorang (encyclopedia.thefreedictionary.com, 2004). Sedangkan menurut Megawangi (2003), kualitas karakter meliputi sembilan pilar, yaitu (1) Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; (2) Tanggung jawab, Disiplin dan Mandiri; (3) Jujur/amanah dan Arif; (4) Hormat dan Santun; (5) Dermawan, Suka menolong, dan Gotong-royong; (6) Percaya diri, Kreatif dan Pekerja keras; (7) Kepemimpinan dan adil; (8) Baik dan rendah hati; (9) Toleran, cinta damai dan kesatuan. Orang yang memiliki karakter baik adalah orang yang memiliki kesembilan pilar karakter tersebut.
Karakter, seperti juga kualitas diri yang lainnya, tidak berkembang dengan sendirinya. Perkembangan karakter pada setiap individu dipengaruhi oleh faktor bawaan (nature) dan faktor lingkungan (nurture). Menurut Confusius seorang filsuf terkenal Cina dalam Megawangi (2003) menyatakan bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi mencintai kebajikan, namun bila potensi ini tidak diikuti dengan pendidikan dan sosialisasi setelah manusia dilahirkan, maka manusia dapat berubah menjadi binatang, bahkan lebih buruk lagi. Oleh karena itu, sosialisasi dan pendidikan anak yang berkaitan dengan nilai-nilai kebajikan – baik di keluarga, sekolah, maupun lingkungan yang lebih luas sangat penting dalam pembentukan karakter seorang anak. Sebagaimana menurut Piaget dalam Pateda (1988) dalam usahanya mencari hubungan antara bahasa dan pikiran anak, mengemukakan pendapat bahwa perkembangan bahasa dan penggunaannya oleh anak tercermin dalam perkembangan mentalnya. Persepsi anak dan lingkungan sosialnya memegang peranan penting dalam kehidupan anak. Lingkungan sekitar yang memprogram bagaiman selanjutnya sang anak. [1]
Terbentuknya karakter (kepribadian) manusia ditentukan oleh 2 faktor, yaitu (1) nature (faktor alami atau fitrah), (2) nurture (sosialisasi dan pendidikan). Pengaruh nature. Agama mengajaran bahwa setiap manusia mempunyai kecenderungan (fitrah) untuk mencintai kebaikan. Namun fitrah ini adalah bersifat potensial, atau belum termanisfestasi ketika anak dilahirkan. Confucius, seorang filsuf dari Cina pada abad V SM juga menyatakan bahwa walaupun manusia mempunyai fitrah kebaikan, namun tanpa diikuti dengan intruksi (pendidikan dan sosialisasi), manusia dapat berubah menjadi binatang, bahkan lebih buruk lagi ( Brooks dan Goble, 1997)


2.2         Pola Pembentukan Karakter
Karakter merupakan sesuatu yang menunjukkan apakah seseorang konsekuen dalam mematuhi etika perilaku, konsisten atau teguh tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat. Beberapa factor yang mempengaruhinya diantaranya adalah:
a.         Fisik. Factor fisik yang dianggap mempengaruhi perkembangan karakter adalah postur tubuh, kecantikan, kesehatan, keutuhan tubuh, dan keberfungsian organ tubuh.
b.        Intelijensi. Intelijensi individu dapat mempengaruhi, karena individu yang intelijensinya tinggi atau normal, dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan secara wajar, sedangkan yang rendah, biasanya sering mengalami hambatan atau kendala dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan.
c.         Keluarga. Suasana atau iklim keluarga sangatlah menentukan, bila anak berada dalam keluarga yang baik dan harmonis maka kepribadiannya akan baik, sebaliknya apabila lingkungan keluarga tidak harmonis atau biasa disebut “broken home” perilaku anak dapat saja menyimpang.
d.        Teman sebaya. Setelah masuk sekolah, anak akan bergaul dengan teman sebayanya, nah, teman sebaya tersebut bias saja memberi pengaruh negative maupun positif.
e.         Kebudayaan. Pengaruh kebudayaan dapat dilihat dari perbedaan antara masyarakat modern (yang sudah maju khususnya IPTEK) dengan masyarakat primitive (yang relative sederhana), seperti cara makan, berpakaian, hubungan interpersonal, atau cara memandang waktu.

2.3         Proses Pembangunan Karakter pada Masyarakat
Dewasa ini banyak orang tua yang akan merasa bangga apabila anaknya memperoleh nilai sempurna dalam semua mata pelajaran, anak dibiarkan terkurung di dalam kamar untuk belajar sementara teman-temannya asyik bermain. Di satu sisi, siswa tersebut memang terasah kemampuan kognitifnya. Namun di sisi lain, ia mengalami ketimpangan atau kelumpuhan emosional (afektif). Yang tidak disadari orang tua adalah bermain sebenarnya juga bagian dari proses belajar. Hidup itu seperti naik sepeda, perlu sekali menjaga keseimbangan. Jika keseimbangan tidak terjaga maka akan jatuh.
Seperti yang kita ketahui, manusia sebenarnya memiliki daya cipta, rasa dan karsa. Karena itu, ketika hanya daya cipta (IQ) saja yang diasah, maka terjadi ketidakseimbangan. Tentunya, efek dari pola pendidikan yang hanya menitik beratkan pada daya cipta (kognisi / IQ) saja dan mengabaikan rasa (afeksi / EQ) dan karsa (action) akan terasa dan terlihat di kala si anak tumbuh dewasa. Si anak tersebut akan lumpuh sosial. Lumpuh sosial terjadi ketika si anak tidak mampu menjalin hubungan di lingkungan sosialnya. Padahal, dalam setiap pergaulan di masyarakat, baik pergaulan dalam pekerjaan, pergaulan organisasi, pergaulan di sekolah dan lain-lain pasti butuh untuk menjalin hubungan dan bekerjasama dengan sesama. Pada akhirnya bisa menghambat perkembangan potensi dirinya.
Bukankah sudah menjadi kebutuhan mendasar kita sebagai manusia untuk saling bekerjasama. Dengan bekerjasama, sebenarnya kita membuka banyak peluang untuk mempelajari banyak hal. Dengan begitu kita bisa menambah kesempatan untuk mengeksplor diri kita. Inilah letak pentingnya pergaulan dan interaksi sosial.
Dulu, orang tua memang mengarahkan anak-anaknya untuk mengasah IQ-nya. Sebab, IQ yang tinggi diartikan sebagai tingkat kecerdasan yang tinggi pula (dan konon jadi resep sukses kalo IQ tinggi). Namun, sebuah kesadaran baru akhirnya muncul bahwa ada kecerdasan lain yang juga tidak bisa diabaikan, yakni kecerdasan emosional.
Keseimbangan antara kecerdasan kognitif (pengetahuan), perasaan (afektif) dan tindakan (action) akan membangun kekuatan karakter diri yang baik. Karakter diri sangatlah penting peranannya. Sebab, karakter diri adalah cara pikir dan prilaku yang khas dari individu untuk hidup dan bekerjasama dengan sekitarnya.
Terkadang, karakter diri seseorang terasa tidak seimbang. Ada orang yang memiliki ide-ide brilian namun tidak mampu bekerjasama dengan timnya. Itu menunjukkan orang tersebut memiliki kecerdasan IQ yang baik sedang kecerdasan emosionalnya buruk. Ada juga orang yang memiliki otak cemerlang, dia juga baik, namun malas bekerja. Itu menunjukkan actionnya lebih lemah dibanding IQ dan EQ nya.
Karakter diri akan semakin kuat jika ketiga aspek tersebut terpenuhi. Karakter diri yang baik ini akan sangat menentukan proses pengambilan keputusan, berperilaku dan cara pikir kita. Yang pada akhirnya akan menentukan kesuksesan kita. Lihat saja, seorang Nelson Mandela meraih simpati dunia dengan ide perdamaiannya. Bunda Teresa menggetarkan dunia dengan rasa cinta dan kepedulian terhadap sesamanya. Bung Karno dengan ide, kegigihan dan kecerdasannya masih terasa bagi kita bangsa Indonesia yang telah melalui tahun millennium.
Semua itu adalah wujud dari kekuatan karakter yang mereka miliki. Ini menegaskan bahwa, karakter seseorang menentukan kesuksesan individu. Dan menurut penelitian, kesuksesan seseorang justru 80 persen ditentukan oleh kecerdasan emosinya, sedangkan kecerdasan intelegensianya mendapat porsi 20 persen.

2.4         Bagaimana Membangun Karakter
Pada diri setiap individu memiliki karakternya masing-masing. Lingkungan memiliki peran penting dalampembentukan karakterKarakter kita, memiliki peran penting dalam proses kehidupan. Sebab,karakter mengendalikan pikiran dan perilaku kita, yang tentu saja menentukan kesuksesan, cara kita menjalani hidup, meraih obsesi dan menyelesaikan masalah.
Sebenarnya masing-masing dari kita memiliki karakter yang khas. Dan, kekhasan karakter tersebut merupakan kekuatan karakter kita. Sebab, kekhasan atau keunikan itulah yang membedakan kita dengan individu lainnya. Si penghibur akan menebarkan semangat, si pengatur akan memanajemen organisasi. Mereka yang bijak dan tidak suka konflik bisa menjadi pendamai. Itu semua adalah kekuatan karakter. Dan, setiap karakter akan dibutuhkan dalam setiap pergaulan, baik pergaulan kerja, organisasi atau masyarakat.
Ingatlah! Kekuatan karakter harus dibangun sejak awal. Membangun kekuatan karakter bisa dilakukan melalui pendidikan karakter baik di lingkungan formal seperti sekolah, atau non-formal seperti keluarga dan masyarakat. Pendidikan karakter diberikan melalui penanaman nilai-nilai karakter. Bisa berupa pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Outputpendidikan karakter akan terlihat pada terciptanya hubungan baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, masyarakat luas dan lain-lain.
Pendidikan karakter tidak hanya diberikan secara teoritik di sekolah, namun juga perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan itu adalah bukti bahwa pendidikanyang diberikan telah merasuk dalam diri seseorang. Ketika makan bersikap sopan, ketika hendak tidur membaca doa, ketika keluar rumah berpamitan, tekun dan semangat mewujudkan obsesi dan cita-cita, jujur, berbuat baik kepada hewan dan tumbuhan, tidak membuang sampah di sembarang tempat dan lain-lain.
Membangun kekuatan karakter dilakukan dengan melibatkan seluruh elemen. Sebab, setiap elemen akan berpengaruh dalam proses pembentukan karakter individu. Seorang anak akan meniru dan mengidentifikasi apa yang ada di sekelilingnya. Role model positif akan membentuk karakter yang positif dan sebaliknya role model negatif akan membentuk keprbadian dan karakter negatif. Karena itu, setiap unsur lingkungan hendaknya dibangun secara positif, sehingga karakter anak akan terbentuk secara positif juga.
Lalu bagaimana cara membangun kekuatan karakter itu? Kekuatan karakter akan terbentuk dengan sendirinya jika ada dukungan dan dorongan dari lingkungan sekitar. Bayangkan sebuah lidi tidak akan memiliki daya untuk menghalau sampah-sampah. Namun, jika didukung oleh ratusan lidi yang lain akan membentuk satu kekuatan untuk membersihkan halaman rumah. Begitu juga dengan karakter, akan menjadi kuat ketika didukung oleh lingkungan. Peran keluarga, sekolah, masyarakat sangat dominan dalam mendukung dan membangun kekuatan karakter.
Karakter yang kuat pada akhirnya akan berperan optimal di setiap interaksi sosial. Sehingga, individu dengan karakter kuat tersebut akan memberikan sumbangsih –baik moril atau spirituil- yang berdaya guna bagi sekitarnya.

2.5         Kompetensi-Kompetensi Guru
2.5.1        Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang berkaitan dengan perilaku pribadi guru itu sendiri yang kelak harus memiliki nilai-nilai luhur sehingga terpancar dalam perilaku sehari-hari. Hal ini dengan sendirinya berkaitan erat dengan falsafah hidup yang mengharapkan guru menjadi model manusia yang memiliki nilai-nilai luhur.
Di Indonesia sikap pribadi yang dijiwai oleh filsafat Pancasila yang mengagungkan budaya bangsanya yang rela berkorban bagi kelestarian bangsa dan negaranya termasuk dalam kompetensi kepribadian guru. Dengan demikian pemahaman terhadap kompetensi kepribadian guru harus dimaknai sebagai wujud sosok manusia yang utuh.
Kompetensi kepribadian guru mencakup sikap (attitude), nilai-nilai (values) kepribadian (personality) sebagai elemen perilaku (behaviour) dalam kaitannya dengan performanceyang ideal sesuai dengan bidang pekerjaan yang dilandasi oleh latar belakang pendidikan, peningkatan kemampuan dan pelatihan, serta legalitas kewenangan mengajar. WR Houston (1974 : 4) mengemukakan bahwa kecakapan kerja direalisasikan dalam perbuatan yang bermakna, bernilai sosial dan yang memenuhi standar karakteristik tertentu yang diakui oleh kelompok profesinya atau oleh warga masyarakatnya.
Setiap subjek mempunyai pribadi yang unik, masing-masing mempunyai ciri dan sifat bawaan serta latar belakang kehidupan. Banyak masalah psikologis yang dihadapi peserta didik, banyak pula minat, kemampuan, motivasi dan kebutuhannya. Semuanya memerlukan bimbingan guru yang berkepribadian dapat bertindak  sebagai pembimbing, penyuluh dan dapat menolong peserta didik agar mampu menolong dirinya sendiri. Disinilah Guru adalah sebagai panutan yang harus digugu dan ditiru dan sebagai contoh pula bagi kehidupan dan pribadi peserta didiknya. Dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantoro dalam system Amongnya yaitu guru harus :
Ing ngarso sung tulodo
Ing madyo mangun karso
Tut wuri handayani

Artinya bahwa guru harus menjadi contoh dan teladan, membangkitkan motif belajar siswa serta mendorong.memberikan motivasi dari belakang. Dalam arti Anda sebagai seorang guru dituntut melalui sikap dan perbuatan menjadikan dirinya pola panutan dan ikutan orang-orang yang dipimpinnya. Dalam hal ini siswa-siswa di sekolahnya, juga sebagai seorang guru ditunutut harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang-orang yang dibimbingnya serta harus mampu mendorong orang-orang yang diasuhnya agar berani berjalan didepan dan sanggup bertanggung jawab.

2.5.2        Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial guru merupakan kemampuan guru untuk memahami dirinya sebagai sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat dan mampu mengembangkan tugas sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Lebih dalam lagi kemampuan sosial ini mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru.
Guru sebagai bagian dari masyarakat merupakan salah satu pribadi yang mendapatkan perhatian khusus di masyarakat. Peranan dan segala tingkah laku yang dilakukan guru senantiasa dipantau oleh masyarakat. Guru memiliki kedudukan khusus di mata masyarakat. Oleh karena itu,  diperlukan sejumlah kompetensi sosial yang perlu dimiliki guru dalam berinteraksi dalam lingkungan masayarakat di tempat dia tinggal.
Kompetensi sosial dalam kegiatan belajar ini berkaitan erat dengan kemampuan guru dalam berkomunikasi dengan masyarakat di sekitar sekolah dan masyarakat tempat guru tinggal sehingga peranan dan cara guru berkomunikasi di masyarakat diharapkan memiliki karakteristik tersendiri yang sedikit banyak berbeda dengan orang lain yang bukan guru. Misi yang diemban guru adalah misi kemanusiaan. Mengajar dan mendidik adalah tugas memanusiakan manusia. Guru harus mempunyai kompetensi sosisal karena guru adalah Penceramah Jaman (Langveld, 1955), lebih tajam lagi ditulis oleh Ir. Soekarno dalam tulisan “Guru dalam masa pembangunan” menyebutkan pentingnya guru dalam masa pembangunan adalah menjadi masyarakat. Oleh karena, itu tugas guru adalah tugas pelayanan manusia.
Guru di mata masyarakat pada umumnya dan para peserta didik merupakan panutan dan anutan yang perlu dicontoh dan merupakan suri tauladan dalam kehidupannya sehari-hari.
Guru merupakan tokoh dan tipe mahluk yang diberi tugas dan beban membina dan membimbing masyarakat ke arah norma yang berlaku. Guru perlu memiliki kompetensi sosial untuk berhubungan dengan masyarakat dalam rangka menyelenggaraka proses belajar mengajar yang efektif karena dengan dimilikinya kompetensi sosial tersebut, otomatis hubungan sekolah dengan masyarakat akan berjalan dengan lancar sehingga jika ada keperluan dengan orang tua peserta didik atau masyarakat tentang masalah peserta didik yang perlu diselesaikan tidak akan sulit menghubunginya.

2.5.3        Kompetensi Profesional
Kompetensi professional merupakan salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki seorang guru. Ada beberapa pandangan para ahli mengenai kompetensiprofesional. Menurut Cooper ada 4 komponen kompetensi professional, yaitu : a) mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia, (b) mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang dibinanya; (c) mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat dan bidang studi yang dibinanya; dan (d)  mempunyai keterampilan dalam teknik mengajar. Sedangkan menurut (Johnson, 1980) mencakup : (a) penguasaan materi pelajaran yang terdiri atas penguasaaan bahan yang harus diajarkan dan konsep-konsep dasar keilmuan yang dajarkan dari bahan yang diajarkannya itu; (b)  penguasan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan; dan (c) penguasan proses-proses kependidikan, keguruan pembelajaran siswa. Serta menurut Depdikbud, (1980) ada 10 kemampuan dasar guru, yaitu : (a) penguasaan bahan pelajaran beserta konsep-konsep dasar keilmuannya, (b) pengelolaan program belajar mengajar, (c) pengelolaan kelas, (d) penggunaan media dan sumber pembelajaran, (e) penguasaan landasan-landasan kependidikan, (f) pengelolaan interaksi belajar mengajar, (g) penilaian prestasi siswa, (h) pengenalan fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan, (i) pemahaman prinsip-prinsip dan pemanfaatan hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan peningkatan mutu pengajaran.

2 komentar:

  1. ok,, thanks,,, ini yang sedang saya cari,,

    BalasHapus
  2. wokeh,, sama2 ye cuy.. semoga tulisan saya ini membawa manfaat ^_^

    BalasHapus